Senin 17 Oct 2022 00:15 WIB

Operasional Faskes TNI di Perbatasan Terganggu  

Saat ini, terdapat dua RS TNI yang menopang wilayah perbatasan dan pulau terluar NTT.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus Yulianto
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin AstraZeneca saat vaksinasi dosis pertama bagi prajurit TNI AD di RS Tentara Wirasakti Kupang, Kupang, NTT. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin AstraZeneca saat vaksinasi dosis pertama bagi prajurit TNI AD di RS Tentara Wirasakti Kupang, Kupang, NTT. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) mendorong upaya percepatan pencairan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) fasilitas kesehatan (faskes) TNI, khususnya di kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Saat ini, terdapat dua RS TNI yang menopang wilayah perbatasan dan pulau terluar di Nusa Tenggara Timur, yakni RS Tk. IV Wirasakti Kupang dan RS Tentara Atambua. Hingga Oktober 2022, klaim PNBP faskes TNI AD di NTT tahun 2021 yang belum dibayarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 40,6 miliar.

"Rumah Sakit TNI membantu menopang sistem kesehatan nasional yang sempat terguncang oleh pandemi Covid-19. Mereka tetap memberikan pelayanan walaupun proses administrasi pencairan dana PNBP masih tersendat," kata Tenaga Ahli Utama KSP, Noch Tiranduk Mallisa, dikutip dari siaran pers KSP, Ahad (16/10).

Sementara itu, tersendatnya pencairan PNBP menyebabkan RS TNI AD di Kupang harus berhutang sebesar Rp 4,9 miliar untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari. Melalui rangkaian koordinasi yang dipimpin KSP disepakati bahwa Kemenkeu akan mencairkan dana PNBP, namun hanya senilai besaran hutang RS TNI AD Kupang.

"Harus dipahami bahwa pencairan dana yang tersendat ini mengganggu operasional rumah sakit TNI, terutama yang berada di perbatasan dengan segala keterbatasannya. Dengan kelengkapan data yang telah diterima di lapangan, KSP akan menjembatani koordinasi percepatan pencairan dana PNBP dengan kementerian/lembaga terkait," ujarnya.

Berdasarkan hasil verifikasi tim KSP di NTT (15/10), pencairan dana PNBP yang tersendat ini berdampak pada pemenuhan hak keuangan tenaga kesehatan (nakes), kelengkapan alat-alat medis, hingga kelayakan gedung faskes TNI. Padahal dua faskes TNI di NTT memberikan pelayanan kesehatan kepada lebih dari 3.000 prajurit beserta keluarganya.

"Selama ini ada pemahaman bahwa Rumah Sakit TNI berdiri sendiri, ini adalah pemahaman yang keliru. RS TNI adalah sub sistem kesehatan nasional yang fungsinya tidak hanya melayani prajurit TNI saja, tapi juga melayani masyarakat pada umumnya," kata Mallisa.

Untuk diketahui, salah satu alasan tersendatnya pencairan dana PNBP ini adalah kurangnya sosialisasi perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 109/2016 menjadi PMK 110/2021 tentang Tata Cara Penetapan Maksimum Pencairan PNBP. Perubahan proses administrasi ini menyulitkan faskes TNI untuk melakukan penarikan dana di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun menyoroti percepatan pencairan total dana PNBP faskes TNI sebesar Rp 707 milyar. Menurut dia, perlu ada diskresi dari pemerintah untuk mengkonversi dana PNBP sebagai hutang yang harus dibayarkan kepada faskes TNI.

Moeldoko juga mendorong reformasi kelembagaan faskes TNI menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Sebab dengan status faskes TNI saat ini, yakni Sub Satuan Kerja, proses pengajuan dan pencairan dana PNBP harus melewati birokrasi sangat panjang dan waktu yang lama.

"Kami berterima kasih kepada KSP yang telah memberikan perhatian khusus dan membukakan jalan agar faskes TNI bisa mendapatkan dana PNBP untuk kebutuhan operasional, sehingga kami bisa terus memberikan pelayanan kesehatan yang prima, khususnya bagi prajurit TNI dan masyarakat pada umumnya," kata Irpus Kesad Brigjen TNI, Rahmat Saptono.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement