REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) memperkirakan vaksin Covid-19 masih dibutuhkan Indonesia hingga 2023. "Siapa yang memulai (menyatakan pandemi) maka dia yang harus mengakhiri," kata Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki yang dijumpai dalam peluncuran EUA vaksin dalam negeri di Gedung BPOM RI Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Seperti diketahui, di Indonesia terdapat dua status kegawatdaruratan yang ditetapkan pemerintah terkait pandemi, yakni Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
Dua kebijakan itu diambil Pemerintah Indonesia merujuk pada penetapan status pandemi Covid-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berpedoman pada ketetapan Public Health Emergency International Concern (PHEIC) yang berlaku sejak 30 Januari 2020.
"Pandemi belum dihentikan. Selama belum dicabut statusnya, kita statusnya masih darurat," katanya.
Sri sependapat dengan perkiraan bahwa antibodi yang timbul karena pengaruh vaksin Covid-19 maupun imun alami yang dimiliki penyintas akan menurun dalam kurun enam bulan sejak penyuntikan terakhir. "Orang meramal boleh-boleh saja, tapi ITAGI berdasarkan bukti klinis. Sekarang kasus turun, tapi virusnya tetap ada, atau virusnya bisa datang sewaktu-waktu, sehingga butuh persiapan," katanya.
Sri mengapresiasi kehadiran para peneliti vaksin berplatform mRNA perdana di Tanah Air yang difasilitasi oleh PT Etana di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, yang menyanggupi produksi vaksin Covid-19 hingga jutaan dosis melalui pengembangan infrastruktur produksi.
Saat ini, Indonesia telah memiliki tiga produsen vaksin nasional, yakni Bio Farma dengan merek vaksin IndoVac, PT Biotis dengan vaksin InaVac, dan PT Etana dengan Vaksin AWcorna. Kementerian Kesehatan RI telah berkomitmen untuk menjaga ketersediaan vaksin Covid-19 di Tanah Air dengan membeli produksi vaksin dalam negeri untuk kebutuhan tahun depan.
BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero) siap memproduksi 20 juta dosis vaksin Indovac, untuk tahap awal. Jumlah tersebut dapat dinaikkan menjadi 40 juta dosis per tahun pada 2023 dengan penambahan fasilitas produksi. Selanjutnya, kapasitas produksi bisa dinaikkan lagi menjadi 100 juta dosis per tahun pada 2024, tergantung pada kebutuhan dan permintaan.
Sementara, Biotis memiliki kapasitas produksi downstream hingga 20 juta dosis per bulan. Namun, khusus pada tahap awal, akan ditingkatkan hingga 5 juta dosis per bulan.
Dari ketiga perusahaan farmasi nasional itu, saat ini baru IndoVac dan AWcorna yang telah memperoleh Izin Penggunaan Darurat (EUA) dari BPOM RI. Sementara InaVac telah memasuki uji klinis fase akhir yang diperkirakan rampung Oktober 2022.