Kamis 22 Sep 2022 21:34 WIB

Polisi Ungkap Mafia Tanah di Halmahera Tengah

Mafia tanah libatkan pegawai BPN hingga kepala desa.

Karikatur opini: Paguyuban Mafia Tanah
Foto: republika/daan yahya
Karikatur opini: Paguyuban Mafia Tanah

REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Maluku Utara mengungkap kasus mafia tanah di Kabupaten Halmahera Tengah dengan modus operandi melalui pemalsuan surat-surat akta otentik. Polisi telah menetapkan empat orang tersangka, salah satunya mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional.

Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Komisaris Besar Polisi Michael Irwan Thamsil saat merilis kasus tersebut di Ternate, Kamis, mengatakan empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah ini masing-masing WL alias Togo yang merupakan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Halmahera Tengah, YI alias Yermia selaku Kepala Desa Nusliko, serta dua orang lainnya UB alias Umar dan DI alias Dani.

Baca Juga

Kasus dugaan pemalsuan akta tanah itu terjadi dalam kurun waktu Agustus 2018 sampai Februari 2019. Modusnya dengan cara memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik hingga timbulnya sertifikat hak milik baru dalam bidang tanah yang telah dilekati dengan bukti kepemilikan yang sah berupa SHM Nomor 03 Tahun 1969 atas nama Hadijah Assagaf dan SHM Nomor 04 Tahun 1969 atas nama Fariz Assagaf melalui program strategis nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2018 untuk bidang tanah yang berada di Desa Nusliko.

"Akibat dari perbuatan para pelaku, korban Idrus Assagaf mengalami kerugian kehilangan hak penguasaan dan hak materi," kata Michael yang didampingi Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Maluku Utara Ajun Komisaris Besar PolisiHengky Setyawan dan Kasubdit l Komisaris PolisiMoh. Arinta Fauzi.

Menurut Michael, keempat orang tersangka diduga menjual tanah per kapling dengan harga Rp15 juta hingga Rp20 juta yang luas keseluruhannya 32 hektare dan dipecah menjadi 271 sertifikat. Para tersangka dijerat dengan pasal 264 ayat (1) ke-1 sub pasal 263 jo pasal 55 ayat (1) dan (2) KHUP dengan ancaman hukum penjara paling lama delapan tahun.

"Ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara. Perkara tersebut telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan akan dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap dua) pada Kamis hari ini ke JPU," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement