REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengelola objek wisata Kebun Binatang Bandung mengungkapkan pihaknya tidak pernah melakukan perjanjian sewa menyewa dengan pemerintah Kota Bandung. Oleh karena itu klaim bahwa pengelola belum membayar sewa di lahan pemerintah tidak benar.
"Dari hasil kajian ini kalau memang dipandang aset daerah kalau merujuk perundang-undangan khususnya UU pembendaharaan negara harus didasarkan kepada pemilikan sertifikat, ini pun tidak punya mereka sehingga apa dasarnya mengklaim ada perjanjian sewa menyewa dan tidak masuk akal," ujar Anggota Dewan Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari pengelola Kebun Binatang Bandung I Gde Pantja Astawan.
Ia menuturkan pihaknya bersama tim sudah membuat pendapat hukum tentang lahan Kebun Binatang Bandung dan didapati hasil sejak pemerintah Belanda hingga kini tidak terdapat alas dasar hukum dari para pihak yang mengklaim lahan.
"Setelah saya membentuk tim dan saya ikut dan mengkaji secara komperhensif dari masa pemerintah Belanda sampai saat ini ternyata lemah sekali tidak ada dasar alas hukum para pihak mengklaim dirinya sebagai pemilik baik perseorangan maupun pemkot," katanya.
Di sisi lain, pihaknya mengakui selama menguasai lahan hampir 89 tahun tidak melakukan pendaftaran tanah ke BPN atau mengurus sertifikat. Oleh karena itu di tengah sengketa yang terjadi pihaknya mendaftarkan lahan.
"Kami sedang mencoba mempercayakan orang di yayasan mengurus pendaftaran, sampai sekarang belum ada jawaban dari pihak BPN apakah diproses atau ditolak," ujarnya.
Ia mengklaim pengajuan berkas pendaftaran lahan tetap dapat dilakukan meski tengah berlangsung proses sengketa di pengadilan. Namun, apabila pihak BPN beralasan bahwa lahan yang diajukan tengah bersengketa pihaknya akan mempertanyakan hal tersebut.
Guru besar hukum Unpad ini mengatakan pendaftaran tanah dilakukan merujuk kepada peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997. Ia menyebut bagi siapapun yang menguasai lahan namun tidak memiliki bukti kepemilikan masih diberikan prioritas untuk melakukan pendaftaran.
"Dengan syarat secara de fakto lahan dikuasai secara terus-menerus lebih dari 20 tahun berturut-turut, yayasan mengelola secara de facto selama 89 tahun," ungkapnya.
Selain itu lahan yang dikuasai tidak pernah dipermasalahkan atau digugat oleh pihak mana pun. Selain itu harus terdapat dua orang saksi yang menyatakan lahan dikuasai yayasan dan diakui oleh masyarakat adat sekitar.
"Dari persyaratan ini yayasan ini memperoleh prioritas memperoleh mendaftarkan yang akan dilanjut sertifikat. Bisa disimpulkan sekurang-kurangnya walau belum memiliki yayasan itu memiliki prioritas sebagai pemilik, tinggal proses administrasi melakukan pendaftaran mengurus sertifikat," katanya.