REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah hampir setahun warga memenangkan gugatan alias citizen lawsuit (CLS) atas polusi udara Jakarta. Kendati demikian kualitas udara Ibu Kota ternyata tak kunjung membaik, justru makin buruk.
"Kemenangan warga yang seharusnya mendapatkan hadiah berupa udara bersih juga belum terpenuhi. Sejauh ini, belum ada perubahan kebijakan yang mendorong terciptanya udara bersih," ungkap Koalisi IBUKOTA, yang merupakan penggugat atas kasus tersebut, dalam siaran persnya, Kamis (15/9/2022).
Berdasarkan data Nafas Indonesia satu tahun terakhir (14 September 2021-14 September 2022), dari lima wilayah yang telah didata yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara, tak ada satu pun yang menunjukkan nilai rata-rata tahunan PM2.5 (partikel halus) sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Rekomendasi aman WHO adalah 5 mikrogram per kubik meter per tahun. Sedangkan kelima wilayah DKI Jakarta tersebut melampaui rekomendasi WHO hingga 7,2 kali lipat.
Koalisi mengatakan, fakta tersebut merupakan bukti nyata bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak serius menangani isu polusi udara dan lalai dalam menjaga keselamatan warganya. Padahal, semakin banyak penelitian yang menemukan fakta bahwa polusi udara memberikan dampak buruk pada kesehatan fisik dan mental manusia, serta bisa memangkas angka harapan hidup manusia di seluruh dunia hingga 2,2 tahun.
Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menyayangkan sikap para tergugat yang lebih memilih banding ketimbang menjalankan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Tergugat yang mengajukan banding adalah Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, serta Menteri Dalam Negeri.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta yang juga tergugat tak mengajukan banding. Kendati demikian, Gubernur Anies Baswedan dinilai belum maksimal menjalankan putusan untuk mewujudkan udara bersih di ibu kota.
Karena itu, Bondan mendorong penggugat maupun publik untuk menagih kewajiban tergugat. "Perayaan satu tahun kemenangan gugatan warga negara mengenai polusi udara ini patut kita rayakan dengan cara menagih janji kepada seluruh tergugat untuk segera mengimplementasikan apa yang sudah diperintahkan oleh hakim," ujarnya.
Sementara itu, salah satu penggugat, Yuyun Ismawati, menilai tidak ada alasan bagi pemerintah menunda atau menyangkal tanggung jawab mereka dalam merealisasikan hak asasi warga atas udara bersih. “Polusi udara berdampak panjang pada kesehatan anak-anak maupun orang dewasa. Penyakit-penyakit kronis dan berbagai jenis kanker dapat timbul akibat menghirup udara kotor," ujarnya.
Untuk diketahui, pada Juli 2019, sebanyak 32 warga Jakarta bersama Koalisi IBUKOTA menggugat pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah polusi udara di ibu kota.
PN Jakarta Pusat pada 16 September 2022 mengabulkan sebagian gugatan tersebut. Hakim memvonis Presiden Joko Widodo beserta jajarannya, serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersalah atas polusi udara di ibu kota.
Alih-alih menjalankan putusan hakim PN Jakpus, para tergugat memilih mengajukan banding pada 30 September 2021. Aksi banding ini kemudian dilawan Koalisi IBUKOTA dengan mendaftarkan kontra memori banding ke PN Jakpus pada 17 Januari 2022.