Selasa 13 Sep 2022 06:34 WIB

Indonesia dan Norwegia Buat Kerja Sama Baru Atasi Krisis Iklim

Kesepakatan baru mengenai iklim dan lingkungan hidup ini membawa harapan baru.

Sejumlah warga Lembah Grime Nawa berunjuk rasa di Kantor Bupati Jayapura, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (7/9/2022). Mereka mendesak Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mencabut izin perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Permata Nusa Mandiri dari Lembah Grime Nawa karena telah merusak hutan masyarakat adat setempat.
Foto: ANTARA/Gusti Tanati
Sejumlah warga Lembah Grime Nawa berunjuk rasa di Kantor Bupati Jayapura, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (7/9/2022). Mereka mendesak Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mencabut izin perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Permata Nusa Mandiri dari Lembah Grime Nawa karena telah merusak hutan masyarakat adat setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Espen Barth Eide, menandatangani kerja sama baru, Senin (12/9/2022). Kerja sama antara Indonesia dan Norwegia dalam bidang Iklim dan Lingkungan Hidup ini menjadi momentum penting bagi kedua negara dalam penanganan krisis iklim melalui upaya Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahanl ainnya (Forestry and Other Land Uses).

Sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia berperan penting menjadi “Climate Superpower”. Indonesia telah berupaya mengurangi emisi dan deforestasis ecara signifikan. Namun, Indonesia tetap memerlukan dukungan serta kontribusi internasional.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 60 persen dari penurunan emisi gas rumah kaca nasional dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

CEO Yayasan EcoNusa, Bustar Maitar optimistis langkah pemerintah Indonesia melalui perjanjian baru dengan pemerintah Norwegia ini akan semakin memperkuat upaya pencapaian target FOLU Net Sink pada 2030 mendatang serta aksi perubahan iklim lainnya. “Saya mengikuti dengan baik kesepakatan bilateral Indonesia - Norwegia sejak ditandatangani pada tahun 2010. Dałam 7 tahun terakhir, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Menteri LHK Siti Nurbaya telah menunjukkan langkah-langkah korektif dan progresif. Angka deforestasi Indonesia turun pada level terendah sepanjang sejarah Indonesia pada 2019/2020 sebesar 115,500 hektare, atau hampir 90 persen turun dari 1.09 juta hektare pada 2014/2015,” kata Bustar.

Langkah maju pemerintah Indonesia juga ditunjukkan melalui pengurangan dan pengendalian kebakaran hutan, perlindungan lahan gambut, moratorium hutan yang menjadi permanen, pencabutan dan evaluasi perizinan lebih dari 3 juta hektare lahan, restorasi kawasan penting bakau, upaya perhutanan sosial yang terus berkembang, dan dukungan kepada Masyarakat Adat.

Yayasan EcoNusa juga mengapresiasi upaya bersama pemerintah melalui KLHK untuk melindungi hampir 50 persen hutan tropis tersisa Indonesia di wilayah Timur Indonesia. Yayasan EcoNusa terus berkomitmen untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam pencapaian target FOLU Net Sink 2030 dengan memperkuat kapasitas Masyarakat Adat dalam upaya pengelolaan dan perlindungan hutan dan mempromosikan praktek-praktek terbaik dari Masyarakat Adat sebagai sumber referensi kepada pemerintah dalam memperkuat kebijakan tata kelola hutan dan pembangunan berkelanjutan, khususnya di wilayah Papua dan Kepulauan Maluku.

Kesejahteraan serta pengakuan atas wilayah Masyarakat Adat untuk mendukung perlindungan hutan adalah kunci terjaganya benteng terakhir hutan Indonesia.

sumber : Rilis
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement