REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo berpendapat bahwa penjabat gubernur DKI Jakarta harus memiliki kriteria, yakni sosok yang netral, berintegritas, dan profesional. Kriteria tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya politik identitas, seperti pada Pilkada 2017 lalu dan agar penunjukan penjabat Gubernur DKI Jakarta dapat pula menjadi contoh konkret peneguhan politik kebangsaan untuk melawan politik identitas.
"Pj Gubernur DKI harus memiliki kriteria netralitas, berintegritas, dan profesional," kata Ari saat menjadi narasumber diskusi publik bertajuk "Mencari Pj Gubernur DKI Pengganti Anies Baswedan: Siapa Cocok?" sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Untuk mendapatkan penjabat Gubernur DKI Jakarta yang netral, menurut Direktur Eksektutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana, penunjukan tersebut dari unsur aparatur sipil negara (ASN) karena ASN selama ini mengemban amanat menjalankan pemerintahan secara profesional sebagai birokrat. Bahkan, tambah dia, pejabat ASN tidak memiliki kepentingan dalam polarisasi politik kubu satu dengan lainnya sehingga mereka dapat menjadi sosok penyeimbang bagi perpecahan politik yang terjadi di Jakarta.
Aditya berpendapat penjabat Gubernur DKI Jakarta juga harus menjadi komunikator dan kolaborator yang baik dalam lingkup pusat, daerah, ataupun berbagai kelompok masyarakat. "Penjabat Gubernur DKI Jakarta juga harus memiliki visi transisi dan menjadikan Jakarta sebagai kota penting, meskipun bukan lagi ibu kota," tambah dia.
Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto memberikan lima kriteria bagi penjabat Gubernur DKI Jakarta. Pertama, kata dia, penjabat gubernur DKI Jakarta harus memahami permasalahan yang ada di DKI Jakarta.
Kedua, harus berpengalaman dalam birokrasi nasional ataupun daerah. Menurut Arif, apabila penjabat Gubernur DKI Jakarta telah berpengalaman dalam birokrasi nasional ataupun daerah, ia akan mampu mengatasi kompleksitas permasalahan keseharian di Jakarta, seperti kemacetan, ancaman banjir, dan kemiskinan.
Ketiga, lanjut dia, penjabat Gubernur DKI Jakarta harus memiliki hubungan baik dengan DPRD ataupun pemerintah daerah. Keempat, memiliki pemikiran dan sikap politik yang inklusif. Menurut Arif, penjabat Gubernur DKI Jakarta harus memiliki pemikiran dan sikap politik yang inklusif karena adanya keberagaman di DKI Jakarta kerap memicu kemunculan perpecahan identitas, terutama dalam cara pandang terhadap suku, agama, ras dan antargolongan.
Terakhir, lanjutnya, penjabat Gubernur DKI Jakarta harus memiliki keberpihakan pada rakyat. "Yang dibutuhkan adalah substansi kerakyatan itu sendiri, mengerti kebutuhan rakyat. Dia tahu prioritas apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Itu yang dibutuhkan penjabat gubernur nantinya," ucap Arif.