Jumat 09 Sep 2022 17:19 WIB

Di Balik Fenomena 'Obral Remisi', Ini Kata Mantan Wamenkumham

PP 99 tahun 2012 selama ini berupaya mencegah fenomena 'obral remisi'.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menanggapi kabar bebas bersyaratnya puluhan narapidana korupsi di Indonesia.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menanggapi kabar bebas bersyaratnya puluhan narapidana korupsi di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menanggapi kabar bebas bersyaratnya puluhan narapidana korupsi di Indonesia pada bulan ini. Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena dirombaknya aturan saat dirinya menjabat.

Denny menyatakan, kembalinya fenomena "obral remisi" bukanlah sesuatu yang mengejutkan. "Ini merupakan konsekuensi dari dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang pada intinya adalah mengetatkan pemberian hak-hak napi korupsi, seperti remisi dan pembebasan bersyarat," kata Denny dalam keterangan yang dikutip Republika pada Jumat (9/9).

Denny mengungkapkan, pembatalan PP 99 tahun 2012 diawali setahun lalu melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41 tahun 2021. Putusan MK tersebut membuka pintu lebar-lebar bagi Mahkamah Agung melalui putusannya Nomor 28P/HUM/2021 yang menyatakan pasal-pasal "pengetatan remisi" PP 99 bertentangan dengan Undang-Undang Pemasyarakatan, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Putusan MK dan MA tersebut tentu saja disambut riang-gembira oleh para napi korupsi yang sudah sejak lama berjuang membatalkan PP 99 tahun 2012," ujar Denny.

Denny menegaskan, PP 99 tahun 2012 selama ini berupaya mencegah fenomena "obral remisi".

"(PP 99 tahun 2012) memang membuat mereka sulit mendapatkan pengurangan hukuman, alias menghilangkan kebiasaan 'obral dan jual-beli remisi'," sambung Senior Partner INTEGRITY Law Firm itu.

Sejak diterbitkan di tahun 2012, Denny menyebut PP 99 telah diuji berkali-kali ke MA dan MK. Dalam putusan-putusan sebelumnya, baik MK maupun MA konsisten menyatakan bahwa PP pengetatan remisi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Menurutnya, sikap MK dan MA sejalan dengan politik hukum pemberantasan korupsi yang luar biasa.

"Sayangnya, pertahanan MK dan MA tersebut jebol juga dengan gempuran tanpa henti para koruptor. Pembatalan PP 99 mengembalikan rezim obral remisi yang menghamparkan karpet merah kebebasan serta menghilangkan efek jera bagi para koruptor," tegas Denny.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna H. Laoly mengatakan, pembebasan sedikitnya 24 orang narapidana perkara korupsi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebanyak 24 orang narapidana kasus korupsi keluar dari lembaga pemasyarakatan pada 6-7 September, baik karena memperoleh Surat Keputusan (SK) Pembebasan Bersyarat maupun mendapat Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Mahkamah Agung memang mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Sehingga, Kemenkumham telah menerbitkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022. Aturan tersebut menyebutkan, koruptor yang ingin mendapatkan remisi bebas bersyarat wajib membayar denda dan uang pengganti.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement