REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi terutama jenis solar, sangat dirasakan nelayan kecil di Kabupaten Indramayu. Untuk sementara ini, sejumlah nelayan memilih tidak melaut akibat tidak seimbangnya biaya melaut dengan harga ikan.
Hal itu seperti yang dilakukan nelayan di Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Mereka memilih untuk menyandarkan kapal dan perahu di tepi dermaga alih-alih berangkat melaut untuk mencari ikan.
‘’Cuaca sebenarnya lagi bagus, tapi harga solarnya mahal,’’ kata seorang nelayan setempat, Supadi, Rabu (7/9/2022).
Supadi mengungkapkan, kenaikan harga BBM solar subsidi sangat memberatkan para nelayan kecil. Pasalnya, kenaikan harga BBM tidak diimbangi dengan kenaikan harga ikan.
‘’Harga ikannya segitu-gitu saja, malah harga solarnya yang duluan naik. Ya jelas kami keberatan harga solar naik,’’ kata Supadi.
Supadi menambahkan, akibat tidak berangkat melaut, nelayan jadi tidak bisa memperoleh penghasilan. Karena itu, mereka terpaksa menggantungkan pemenuhan kebutuhan makan dari berutang.
‘’Sehari-hari memang masih tetap makan, tapi ya dapat ngutang-ngutang. Ya repotlah orang kecil tuh,’’ kata Supadi.
Supadi menyatakan, jika kenaikan harga solar diimbangi dengan naiknya harga ikan, maka beban nelayan bisa berkurang. Namun kenyataannya, harga ikan tidak naik meski harga solar naik.
‘’Kami sih berharap harga solar diturunkan lagi seperti semula,’’ tutur Supadi.
Dihubungi terpisah, Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto, menyebutkan, saat ini 85 persen nelayan kecil di Kabupaten Indramayu tidak melaut. Hal itu terjadi setelah pemerintah menaikkan harga BBM solar bersubsidi.
‘’Padahal cuaca lagi bagus, nggak ada ombak. Tapi karena solarnya mahal, mereka sementara ini memilih tidak melaut dulu,’’ kata Dedi.
Dedi menjelaskan, kenaikan harga BBM membuat biaya melaut menjadi semakin tinggi. Apalagi, 80 persen biaya melaut digunakan untuk kebutuhan BBM.
Dedi mencontohkan, untuk kebutuhan melaut kapal nelayan dibawah ukuran tiga gross ton (GT), dibutuhkan solar 15 liter per hari. Dengan harga solar terbaru saat ini yang mencapai Rp 6.800 per liter, maka dibutuhkan biaya Rp 102 ribu untuk solar. Biaya itu belum termasuk perbekalan selama melaut.
‘’Sedangkan ikan yang diperoleh, setelah dijual hanya kurang dari Rp 150 ribu,’’ terang Dedi.
Di Kabupaten Indramayu, lanjut Dedi, penghasilan dari melaut menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan anak buah kapal (ABK). Adapun besarnya bagi hasil itu 50:50, setelah dipotong biaya melaut. Dengan biaya melaut yang membengkak akibat harga BBM yang naik, maka penghasilan nelayan otomatis akan berkurang.
‘’Dengan harga BBM yang lama, nelayan untuk dapat penghasilan Rp 50 ribu per hari saja sangat sulit. Apalagi dengan kenaikan harga BBM,’’ kata Dedi.
Dedi berharap, pemerintah segera membatalkan kenaikan harga BBM subsidi, khususnya solar bagi nelayan kecil. Pasalnya, kenaikan harga solar membuat nelayan kecil semakin terpuruk.