Rabu 07 Sep 2022 13:47 WIB

KPK Periksa Anggota DPR Terkait Kasus Suap Mardani Maming

Novri Omposunggu diperiksa terkait jual beli tanah dalam kasus suap dan gratifikasi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Juru Bicara KPK Ali Fikri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Novri Omposunggu pada Selasa (6/9/2022). Dia diperiksa mengenai jual beli tanah dalam kasus suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang menjerat Mardani Maming (MM).

"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain pengetahuan saksi terkait dengan adanya jual beli lahan yang kemudian dijadikan sebagai pelabuhan untuk kebutuhan aktivitas pertambangan dari beberapa perusahaan pertambangan yang dikendalikan tersangka MM (Mardani Maming)," kata Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (7/9/2022).

Novri diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan dalam kapasitasnya sebagai saksi. Meski demikian, Ali tidak menjelaskan secara rinci mengenai perusahaan pertambangan yang dimaksud dalam penyidikan kasus tersebut.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Maming sebagai tersangka tunggal dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu. Namun, pengendali PT PCN, Henry Soetio selaku pemberi suap tidak menjalani proses hukum karena sudah meninggal.

Maming diduga telah menyalagunakan kewenangannya untuk memberi izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan saat menjabat sebagai bupati di wilayah tersebut periode tahun 2010-2015 dan 2016-2018. Salah satu pihak yang dibantu Maming, yakni Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2010.

Maming juga diduga beberapa kali menerima uang dari Henry melalui perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming. Pemberian uang itu dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.

Dalam kasus ini, Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement