REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan kenaikan harga BBM dari Pertalite, Solar dan Pertamax yang berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB.
Menurut Juru Bicara Badan Intelijen Negara, Wawan Hari Purwanto, pilihan terakhir pemerintah memang mengalihkan subsidi BBM. Sehingga, harga beberapa jenis BBM mengalami penyesuaian.
"Wacana kenaikan BBM bersubsidi mencuat seiring membengkaknya nilai subsidi yang mencapai Rp 502 triliun," ujar Wawan, dalam rilisnya yang diterima Republika.co.id, Senin (5/9/2022).
Baca juga : Hari Ini Ribuan Demonstran Kepung DPR Tolak Kenaikan BBM
Wawan mengatakan, demo masyarakat menolak kenaikan harga BBM terjadi di sejumlah kota. Namun, dia menilai, demo bukan sesuatu yang dilarang, tapi tetap harus mengikuti aturan main, waktu dan tidak anarkis, serta memberitahukan sebelumnya kepada yang berwajib.
"Hal ini dimaksudkan untuk mencegah hal- hal yang tak diinginkan," katanya.
Selain itu, kata dia, masyarakat diharapkan ikut melihat dan mengawasi penyaluran bantuan tunai langsung agar tepat sasaran dengan data yang akurat, supaya tidak memicu protes di masyarakat.
Wawan menjelaskan, membengkaknya subsidi BBM tersebut dikemukakan oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Bahwa, anggaran subsidi dan kompensasi energi akan kembali membengkak sebesar Rp 198 Triliun, jika tidak ada kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar.
Saat ini, anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk 2022 dipatok sebesar Rp 502 triliun. "Angka itu sudah membengkak Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun guna menahan kenaikan harga energi di masyarakat," katanya.
Baca juga : Polres Metro Tangerang Larang Pelajar Ikut Demo BBM ke Jakarta
Padahal, kata dia, 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Seharusnya, pemberian subsidi seharusnya ditujukan kepada masyarakat kurang mampu.
"Akhirnya pemerintah mengalihkan subsidi BBM ke bantuan yang lebih tepat sasaran," katanya.
Menurutnya, pengalihan subsidi BBM akan ditujukan pada Bantuan Tunai Langsung BBM sebesar Rp 12,4 Triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu. Yakni sebesar Rp 150 ribu per bulan mulai September selama empat bulan.
Subsidi upah Rp 9,6 triliun juga, kata dia, diberikan kepada kepada pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta. Selain itu juga diberikan bantuan 2,17 triliun kepada angkutan umum, ojek online dan nelayan.
Dengan kondisi berlanjutnya kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan kurs rupiah, kata dia, diperkirakan anggaran subsidi APBN bisa jebol. Terlebih konsumsi Pertalite dan Solar diperkirakan akan melampaui kuota yang ditetapkan.
Baca juga : Di Mana Strategi Pembenahan Transportasi Publik Saat Harga BBM Naik?
Wawan menilai, langkah pemerintah menaikkan harga BBM cukup tepat. Mengingat saat ini terjadi kenaikan harga minyak dunia yang mencapai rata-rata 105 dolar AS per barel atau lebih tinggi dari asumsi APBN 2022 yang hanya 63 dollar AS per barel.
"Besaran kenaikan BBM ini diharapkan masih diangka moderat, dan masih terjangkau masyarakat sehingga inflasi dan daya beli masyarakat dapat terjaga," katanya.
Subsidi Rp 502,4 triliun, kata dia, dihitung berdasarkan rata-rata harga Indonesian Crude Price (ICP) yang bisa mencapai US $ 105 per barel dengan kurs Rp 14.700 per dolar AS.
"Perkembangan ICP terus dimonitor sebab suasana geopolitik dan proyeksi dunia masih akan dinamis. Perang Rusia-Ukraina sangat berpengaruh terhadap energi global," katanya.
Baca juga : PDIP Nilai Anies tak Etis Ganti Direksi Transjakarta Jelang Lengser