REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Setelah melalui pertimbangan dan alasan, Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan menaikkan harga BBM (3/9/2022). Apapun alasannya, dampak paling besar ditanggung dan dirasakan masyarakat kecil.
Oleh karena itu, SAS Institute perlu memberikan masukan, pertimbangan, juga pernyataan sikap kepada pemerintah.
Pertama, sebelum dan setelah menaikkan harga BBM, pemerintah harus mengkaji dan menghitung ulang dampak dan akibat kenaikan BBM bagi rakyat kecil dengan lebih memperhatikan dan meprioritaskan nasib mereka. Dalam hal ini, yang harus dikedepankan adalah nasib dan kemaslahatan rakyat bukan elit.
"Sebagaimana kaidah fiqh tasharuful imam ala al-raiyyah manutun bil maslahah (kebijakan pemimpin atas rakyat harus didasarkan pada kemaslahatan)," ujar Dr. H. Sa’dullah Affandy, M.Ag., M.Si, Direkstur Ekskutif SAS Institute, Senin (5/9/2022).
Di samping itu, SAS Institut menilai pengalihan subsidi melalui bantuan sosial langsung sama sekali bukan solusi dan tidak menyelesaikan masalah, karena hanya menjadi “pelipur lara” bagi rakyat kecil. Kedepan, selain mengatur subsidi agar tepat sasaran, pemerintah harus memperhatikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, pemerintah perlu memikirkan solusi jangka panjang dengan meningkatkan eksplorasi dan produksi migas nasional agar mengurangi impor minyak dan bisa menjadi negara pengekspor minyak. Juga dibarengi dengan ikhitiar melepaskan ketergantungan terhadap energi fosil dan beralih pada energi baru terbarukan.
Ketiga, sebagai perusahaan milik pemerintah, pertamina harus segera berbenah diri menjadi perusahaan profesional dan terbebas dari intervensi elite politik (oligarki politik).
"Demikian pernyataan sikap dari SAS Institut menyikapi kebijakan pemerintah yang tidak populer ini agar tidak menambah beban dan penderitaan bagi masyarakat kecil. Wallahu a’lam bi sawab," ujar Sa’dullah Affandy.