Ahad 04 Sep 2022 18:19 WIB

Pemerintah Jayawijaya Kembali Sekolahkan ASN yang tidak Mahir Komputer

Tidak semua ASN yang disekolahkan bisa lulus karena masalah kemalasan.

ASN di Papua harus mahir komputer untuk melayani masyarakat (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Sakti Karuru
ASN di Papua harus mahir komputer untuk melayani masyarakat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA -- Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua kembali menyekolahkan 40 orang aparatur sipil negara (ASN) Golongan II yang tidak mahir komputer. Mereka akan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIMIK) Agamua Wamena.

Kepala STIMIK Agamua Wamena, Marthen Medlama mengatakan, sebelumnya pemerintah Jayawijaya telah menyekolahkan 40 orang dan akan ditambah lagi 40 orang. "Tahun ini Bupati mau berikan lagi 40 orang untuk kuliah mendalami komputer supaya mereka bisa bekerja di kantor dengan baik," kata dia di Wamena, Ahad (4/9/2022).

Baca Juga

Manajemen STMIK menilai kebijakan kepala daerah yang menggunakan dana otonomi khusus (Otsus) untuk menyekolahkan ASN merupakan hal positif bagi warga asli Papua.

"Ini luar biasa, sebab dana Otsus digunakan untuk peningkatan kapasitas orang Papua dan itu memang tepat sasaran dan kita menyampaikan terima kasih kepada Bupati Jayawijaya, Jhon Richard Banua," katanya.

Dari delapan kabupaten di pegunungan Papua, hanya Pemerintah Jayawijaya yang melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan membuka kelas pemda dalam rangka peningkatan kapasitas pegawainya. "Saya rasa ini hal positif yang bisa dilakukan oleh bupati-bupati di pegunungan tengah Papua, sebab dana itu untuk orang Papua kenapa tidak menyekolahkan orang Papua," katanya.

Ia menjelaskan, 40 orang ASN Jayawijaya yang dua tahun lalu masuk kelas pemda, segera diwisuda pada tahun 2023. "Mereka ada 40 orang, tetapi ada yang malas, jadi mungkin yang wisuda 33 orang. Yang malas ini kita tidak bisa wisuda sebab mereka tidak kuliah," katanya.

Dalam rangka mendukung pendidikan putra dan putri asli Papua, STMIK Agamua Wamena, juga membebaskan biaya bagi yatim piatu yang memiliki niat untuk mendapatkan pendidikan di sana. "Kita biasanya lihat yang yatim piatu kita bantu dua-tiga orang kita beri bebas SPP karena kasihan mereka dalam kondisi begitu, tetapi punya niat untuk maju. Terus kalau ada bantuan dari pemda, itu biasanya kita bantu mahasiswa beberapa orang tetapi secara diam-diam karena terbatas, jadi kita bantu yang kekurangan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement