Kamis 01 Sep 2022 00:49 WIB

Menkeu Diminta Jelaskan Kemampuan Pemerintah Bayar Utang

Misbakhun menegaskan penjelasan soal rasio utang terhadap PDB belum cukup

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun.
Foto: dpr
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk menjelaskan kepada publik soal kemampuan pemerintah membayar utang. Menurut dia, hal itu penting untuk membangun kepercayaan terhadap pemerintah.

“Kita juga harus mulai membangun confidence (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ability to pay, kemampuan untuk membayar,” ujar Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/8), yang beragendakan pembahasan asumsi dasar makro RAPBN 2023.

Wakil pemerintah dalam raker itu ialah Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono.

Melalui keterangan tertulisnya, Misbakhun menegaskan penjelasan soal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) belum cukup bagi publik. Legislator Golkar itu beralasan masih ada rasio lain, misalnya besar penerimaan pajak berbanding jumlah utang.  

Lulusan Jurusan Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu menuturkan semestinya pemerintah juga menjelaskan besaran penerimaan pajak yang dipakai untuk membayar utang negara. Harapannya ialah ada kepastian bahwa pemasukan dari perpajakan mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang, sehingga tidak ada kesan gali lubang tutup lubang.

“Ada fundamental data yang di-share untuk membangun confidence bahwa apa yang disampaikan tidak hanya sebuah peyampaian yang bersifat persuasif,” kata Misbakhun.

Ia juga merepons paparan Menkeu Sri Mulyani soal utang pemerintah mencapai Rp 7.123,62 triliun per Juni 2022. Menurut dia, angka itu setara 37,9 persen dari PDB 2022.

“Lah, yang menjadi pertanyaan ialah berapa sebenarnya volume PDB kita pada 2022 yang menjadi baseline perhitungan di angka 37,91 persen tersebut?” katanya.

Misbakhun menjelaskan data BPS memperlihatkan PDB pada 2020 mencapai Rp 15.434,2 triliun. Adapun PDB 2021 sebesat Rp 16.970,8 triliun

Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu mengaku tidak pernah mempermasalahkan jumlah sebenarnya tentang utang pemerintah. Alasannya, utang merupakan keniscayaan dalam mengelola negara.

Namun, Misbakhun juga pengin tahu soal pemegang surat Surat Berharga Negara (SBN). “Siapa sih, di dalam negeri yang menjadi pemegang SBN ini, karena biasanya negara-negara yang mulai kuat pertumbuhan ekonominya, utangnya diserap di dalam negeri sehingga circle (perputaran) bisnisnya berjalan antara negara dan sektor keuangannya,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement