Selasa 30 Aug 2022 15:46 WIB

Zulhas Optimistis Harga Telur Turun Kurang dari Dua Pekan

Mendag Zulkifli Hasan optimistis harga telur bisa turun dalam dua pekan ini.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Bilal Ramadhan
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kedua kiri) saat meninjau harga telur di Pasar Kramat Jati, Jakarta. Zulkifli optimistis harga telur bisa turun dalam dua pekan ini.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kedua kiri) saat meninjau harga telur di Pasar Kramat Jati, Jakarta. Zulkifli optimistis harga telur bisa turun dalam dua pekan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan memastikan kenaikan harga telur ayam ras saat ini tak berlangsung lama. Ia mengatakan, lonjakan harga telur ayam dipastikan bakal turun kurang dari dua pekan.

"Kita sudah undang pelaku di sektor ini, mereka ke saya meyakinkan ini hanya temporer tidak sampai dua pekan," kata Zulhas, sapaan akrabnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR, Selasa (30/8/2022).

Baca Juga

Zulhas menjelaskan, harga normal telur ayam di konsumen saat ini naik menjadi sekitar Rp 27 ribu per kg hingga Rp 29 ribu per kg. Itu lantaran biaya produksi dari peternak yang sudah menyentuh kisaran Rp 24 ribu per kg.

Adapun saat ini, rata-rata harga telur ayam ras di wilayah Ibu Kota Jakarta sekitar Rp 30.500 per kg. Sementara di wilayah Jawa masih di kisaran Rp 30 ribu dengan harga terendah Rp 28 ribu di Jawa Timur. Adapun di Sumatra, ia mengklaim harga sudah melandai ke bawah Rp 30 ribu per kg.

Namun khusus di kawasan timur seperti Papua dan Maluku masih cukup tinggi di atas Rp 30 ribu per kg. "Stabilisasi harga dan pasokan bahan pokok sebagain besar harga per 26 Agustus 2022 sudah turun signifikan kecuali telur ayam dan terigu yang naik sedikit," kata Zulhas.

Ia pun menegaskan kenaikan harga telur ayam saat ini tidak terlepas dari situasi tekanan bisnis perunggasan yang terjadi sejak tahun lalu. Selama 2021, akibat lonjakan kasus Covid-19 aktivitas masyarakat dibatasi hingga menyebabkan permintaan produk pangan termasuk telur merosot.

Alhasil, harga telur anjlok hingga Rp 14 ribu per kg, padahal biaya produksi ketika itu terus meningkat hingga Rp 24 ribu per kg. Mau tak mau, peternak yang kesulitan permodalan mengurangi populasi ayam layer dan membuat produksi merosot hingga saat ini.

"Jadi waktu itu banyak yang afkir dini, jadi induknya dipotong dan dijadikan ayam potong dampaknya itu ya sekarang," ujar dia.

Saat ini, ketika mobilitas masyarakat mulai pulih, permintaan terhadap telur ayam ikut mengalami kenaikan. Itu juga tercermin dari industri hotel, restoran, dan katering yang sudah mulai ramai. Kondisi saat ini diyakini berdampak langsung pada tingginya permintaan telur ayam secara nasional.

Di sisi lain, bantuan sosial berupa telur ayam yang diberikan kepada masyarakat meningkatkan permintaan di saat populasi ayam layer dan produksi telur belum pulih.

"Mensos (Menteri Sosial) memang tidak beli telur, tapi memberikan bantuan ke daerah, dan oleh daerah dijadikan bantuan bentuk pangan (telur). Itu kesepakatan Mendag dan Mensos dulu karena telur tidak laku," kata dia.

Anggota Komisi VI DPR, Amin, mengatakan, persoalan naik-turun harga telur bukan masalah sederhana. Ia menuturkan, saat harga anjlok tahun lalu hingga Rp 14 ribu per kg di peternak, banyak peternak ayam layer yang gulung tikar karena merugi.

Saat ini, ketika harga telur naik dan menyentuh Rp 31 ribu per kg di konsumen, para konsumen menjerit. Terutama mereka yang yang berprofesi sebagai pelaku UMKM makanan yang menggunakan telur sebagai bahan baku.

"Ini apa tidak ada kebijakan yang sifatnya sistemik terukur sehingga tidak berulang terus-menerus?" ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement