Rabu 24 Aug 2022 19:20 WIB

Tekad Kuat Warga Setempat Dorong Pengelolaan Hutan Lombok Tengah Menjadi Ekowisata

Mereka mengambil hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ekowisata (Ilustrasi)
Foto: Google
Ekowisata (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Sebagai sumber penyangga biodiversitas dan sumber pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya, hutan-hutan di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan seperti ancaman deforestasi hingga kesenjangan ekonomi. Bahkan, masyarakat yang tinggal di kawasan hutan merupakan salah satu kelompok masyarakat dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Diketahui, kemiskinan itu mencapai 20 persen pada 2020 menurut hasil studi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI).

Hal ini sesuai dengan yang dialami oleh masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah sebagaimana diungkapkan oleh Marwi, perintis Ekowisata Air Terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Juga

Dilansir dari Antara, Marwi menceritakan awal mula dirinya merintis hutan di daerahnya menjadi sebuah ekowisata yang menarik banyak pengunjung lokal dan mancanegara. Masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah, seperti yang diceritakan oleh Marwi, sangat tergantung pada hutan. Mereka mengambil hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Awalnya karena di desa kami ini bisa dikategorikan di bawah kemiskinan yang luar biasa, yang jadi persoalan bagaimana masyarakat sangat tergantung pada hutan, yang tadinya ngambil ranting kemudian menghabiskan pohonnya, ini yang lama-lama jadi ketergantungan,” ungkap Marwi dalam Katadata SAFE 2022 yang digelar virtual pada Rabu (24/8/2022).

photo
Dialog Katadata SAFE 2022 yang digelar virtual pada Rabu (24/8/2022). - (Dok. Web)

“Pada tahun 1998 sampai 2000 kami berkomunikasi dengan pemangku kebijakan, yaitu Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Tengah, dan bernegosiasi mencari tahu, ternyata ada sebuah ruang yang disebut HKM. Jadi kami memperoleh izin sementara dari Kanwil dari 2000 sampai 2005. Saat itu belum ada tujuan akan ke mana HKM itu ke depannya. Seiring waktu kita coba pelajari karakter masyarakat dan karakter hutannya seperti apa, baru dibagi menjadi dua zonasi, yaitu zonasi pemanfaatan dan zona lindung,” kata Marwi.

Tak hanya melibatkan Dinas Kehutanan, Marwi beserta masyarakat Kabupaten Lombok Tengah juga berusaha berkomunikasi dengan para akademisi, pihak Kementerian Kehutanan, dan semua lembaga lokal serta yang ada di luar Lombok untuk merubah hutan di Kabupaten Lombok Tengah menjadi kawasan ekowisata yang bermanfaat.

Hingga kini, masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah telah memiliki pendapatan yang cukup untuk kebutuhan mereka sehari-hari dari kegiatan mengelola hutan menjadi kawasan ekowisata.

Satu keunikan yang diungkap oleh Marwi, dengan mengelola hutan menjadi kawasan ekowisata, masyarakat di daerahnya masih memiliki pekerjaan di kala pandemi Covid-19  melanda, di mana saat itu semua usaha di berbagai daerah sempat terhenti.

Terlepas dari semua keberhasilan itu, lebih lanjut Marwi mengatakan, masih ada kelemahan dan kekurangan yang dimiliki oleh dirinya serta masyarakat di daerahnya, yaitu mereka kurang mendalami penggunaan teknologi. 

"Kami berharap ada bantuan dari lembaga-lembaga di luar Kabupaten Lombok Tengah untuk memperkenalkan ekowisata yang baru saja dirintis ini," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement