REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kemunculan isu LGBT di Indonesia kerap timbul tenggelam. Namun Peneliti Center for Gender Studies, Aisyah Chairil, mengatakan peluang LGBT berkembang di Indonesia dinilai sulit.
"Mereka sadar kita hidup di Indonesia yang mayoritas Muslim, tentu tidak akan mudah kita untuk berkembang diakui dan lain-lain," kata Aisyah dalam diskusi Bincang Sore Republika bertajuk 'Meneropong Sepak Terjang Gerakan LGBT di Indonesia: Ruang Legislasi dan Media Sosial' di Kantor Republika Perwakilan DIY-Jateng, Yogyakarta, Rabu (24/8/2022).
Meskipun demikian, isu LGBT tetap harus diwaspadai. Sebab kekuatan kelompok LGBT dinilai cukup kuat dan solid. Bahkan, soliditas tersebut mampu mendorong mereka untuk menyuarakan gagasan mereka di forum internasional. "Karena goals-nya itu bagaimana pemerintah Indonesia bisa melegalkan, ujungnya harus lahir undang-undang," ujarnya.
Aisyah juga menyinggung soal disahkannya Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) beberapa waktu lalu. Menurutnya kemunculan UU TPKS salah satunya merupakan hasil dorongan dari kelompok LGBT. Ia menilai UU TPKS menjadi salah satu alat kelompok LGBT memperoleh ruang.
Aisyah menambahkan, proses legislasi itu bahkan tidak hanya dimulai dari RUU TPKS. Sebelumnya ada counter legal draft pada tahun 2004. Counter legal draft tersebut meminta agar perkawinan yang sah tidak hanya laki-laki dan perempuan. "Setelah counter legal draft ada RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)," ungkapnya.
Di media sosial, Aisyah menilai isu-isu seputar LGBT juga berkembang sangat masif. Keberadaan mereka di media soal dianggap penting lantaran mereka membutuhkan massa untuk terus menyuarakan gagasannya.
"Mereka nggak bisa hanya cuma sekedar konsep. Tetapi mereka butuh upaya-upaya supaya banyak massa dan kehadiran mereka diterima di negara," tuturnya.