REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Kurniasih Mufidayati mengatakan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan berdampak pada meningkatnya inflasi dan harga-harga kebutuhan pokok. Apalagi saat ini, inflasi pangan sedang tinggi mencapai 11 persen.
"Akhirnya siapa yang harus menanggung beban ini? ya ibu rumah tangga, para emak-emak yang setiap hari sudah dibebani cara mengirit pengeluaran karena ekonomi keluar sedang bangkit sejak pandemi," ujar Kurniasih lewat keterangannya, Rabu (24/8/2022).
"Ditambah beberapa kenaikan komoditas pokok dan sekarang dapat kado kemerdekaan berupa harga BBM subsidi naik. BBM subsidi naik, emak-emak makin menjerit," sambungnya.
Ekonomi keluarga di Indonesia pasti sangat terpukul dengan rencana kenaikan BBM bersubsidi. Terutama, keluarga kelas menengah yang sudah merasakan dampak kenaikan harga Pertamax belum lama ini.
Sementara, keluarga kelas bawah akan semakin dalam terpukul dengan dampak kenaikan harga-harga kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut tentu akan mengurangi alokasi pengeluaran rutin mereka.
"Pilihannya mengurangi penggunaan BBM subsidi padahal itu untuk aktivitas ekonomi sehari-hari warga atau mengurangi pos pengeluaran lain yang sudah mepet sehingga semakin tertekan," ujar Kurniasih.
Ia mengingatkan pidato Presiden Joko Widodo dalam pidato di Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus 2022, yang menyebut APBN 2022 Semester I masih surplus. Sehingga masih mampu memberikan subsidi energi hingga Rp 502 triliun.
Pemerintah bisa mengevaluasi beberapa proyek nasional yang justru menghambur-hamburkan anggaran, seperti proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang dampaknya tidak bisa dirasakan seluruh masyarakat.
"Beban negara dikurangi dengan kenaikan harga BBM subsidi, tapi bebannya beralih ditanggung oleh keluarga menengah ke bawah ini. Sementara proyek-proyek yang memakan APBN besar seperti kereta cepat Jakarta-Bandung dan IKN jalan terus," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR itu.