Selasa 23 Aug 2022 20:11 WIB

KLHK: 3,3 Juta Hektare Kebun Sawit ada di Kawasan Hutan

KLHK mengungkap ada sebanyak 3,3 juta hektare kebun sawit ada di dalam kawasan hutan.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar dan tanaman mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi. KLHK mengungkap ada sebanyak 3,3 juta hektare kebun sawit ada di dalam kawasan hutan.
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar dan tanaman mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi. KLHK mengungkap ada sebanyak 3,3 juta hektare kebun sawit ada di dalam kawasan hutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 16,37 juta hektare. Tapi, 3,37 hektare di antaranya ilegal karena berada di dalam kawasan hutan.

"Ini data hasil koordinasi data Sawit Rekonsiliasi Nasional 2019. Kita menggunakan data ini karena sudah kita overlay," kata Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dalam rapat panitia kerja Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/8/2022).

Bambang menjelaskan, 3,37 hektare kebun sawit itu tersebar di sejumlah kawasan hutan. Seluas 1,12 juta hektare di dalam kawasan Hutan Produksi Dapat Dikonversi (HPK), lalu 1,49 juta hektare dalam kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT), dan 501 ribu hektare dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP).

Terdapat pula 155 ribu hektare kebun sawit dalam kawasan Hutan Lindung. Bahkan, ada 91 ribu hektare kebun sawit dalam area Hutan Konservasi. Bambang bilang, 3,37 juta hektare kebun sawit ilegal itu dimiliki oleh berbagai pihak, mulai dari perusahaan, koperasi, hingga masyarakat.

Dia tak menyebutkan jumlah pemiliknya. Dia hanya menyatakan bahwa pemilik kebun sawit ilegal terbanyak adalah perusahaan. Apa tindakan KLHK atas 3,37 juta hektare kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan ini? Bambang mengatakan, pihaknya akan memberikan pengampunan kepada pemilik kebun sawit itu, sehingga mereka bisa melanjutkan operasinya.

Pengampunan dosa lingkungan ini mengacu pada Pasal 110A dan Pasal 110B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal 110A menyatakan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki Perizinan Berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.

Pasal 110B menyatakan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha, maka dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.

Bambang mengaku telah mengklasifikasikan 3,37 juta hektare kebun sawit ilegal itu berdasarkan dua pasal tersebut. "Yang 110A kita kejar (pemiliknya) agar membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Sedangkan yang 110B kita kejar dengan pembayaran denda administratif," ujarnya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik keras langkah KLHK memberikan pengampunan dosa lingkungan ini. Menurut Walhi, pengampunan itu tidak sah karena menggunakan UU Cipta Kerja, produk hukum yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

"Tindakan KLHK itu adalah bentuk pembangkangan konstitusi. Itu tidak dibenarkan oleh hukum karena UU Cipta Kerja sekarang tidak (boleh) dioperasionalkan," kata Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian pada Juli lalu. 

Uli mengatakan, pemberian pengampunan kepada perusahaan-perusahaan itu akan memperburuk kondisi lingkungan dan sosial. Seharusnya area hutan itu dikembalikan sebagaimana mestinya hutan. Selain itu, keputusan ini kontradiktif dengan rencana besar pemerintah menurunkan emisi karbon lewat sektor hutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement