Selasa 23 Aug 2022 14:02 WIB

Baleg Sebut Perbaikan UU Cipta Kerja Tunggu Kesepakatan Fraksi

Revisi UU Cipta Kerja akan mengikuti putusan MK atau menambah subtansi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum akan dilakukan karena masih menunggu kesepakatan fraksi-fraksi.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum akan dilakukan karena masih menunggu kesepakatan fraksi-fraksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, Baleg bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan melakukan evaluasi program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022. Namun, ia mengungkapkan, perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum akan dilakukan.

"Ciptaker itu menunggu kesepakatan fraksi-fraksi, terkait rumusannya seperti apa dan apakah hanya menindaklanjuti putusan MK (Mahkamah Konstitusi) atau menambah substansi atau seperti apa kan kita belum bicara," ujar Baidowi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga

Revisi undang-undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) resmi disahkan menjadi undang-undang. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna V Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (24/5/2022). Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU PPP.

Ada tujuh catatan Fraksi PKS terkait revisi undang-undang tersebut. Pertama terkait omnibus sebagai metode pembentukan peraturan perundang-undangan yang akan dimasukkan ke dalam revisi UU PPP. Metode tersebut haruslah bertujuan untuk mereformasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan agar menjadi lebih baik, berkualitas, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Kedua, Fraksi PKS mengusulkan adanya syarat dalam menggunakan omnibus sebagai metode pembuatan undang-undang. Metode omnibus hanya dapat digunakan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan terhadap satu bidang atau satu topik khusus tertentu.

Kemudian, diperlukan pengaturan tentang alokasi waktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Agar penyusunannya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa dengan mengabaikan partisipasi publik.

Ketiga, Fraksi PKS menolak ketentuan tentang perbaikan rancangan undang-undang setelah persetujuan bersama antara DPR dan presiden dalam rapat paripurna. Sebab, hal ini membenarkan praktik legislasi yang tidak baik, sehingga merendahkan marwah pembentuk undang-undang.

"Seperti yang terjadi pada saat pengesahan RUU tentang Cipta Kerja, dimana terdapat perubahan materi muatan RUU Cipta Kerja secara substansial pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden yang tidak sekadar bersifat teknis penulisan. Termasuk juga mengubah substansi dan terdapat salah dalam pengutipan," ujar anggota Baleg Fraksi PKS Bukhori.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement