REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Antara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menangkap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani dalam kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila pada 2022. KPK menduga praktik suap penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri di Unila sudah lama terjadi.
"Benar, dugaan praktik semacam ini di perkara ini diduga sudah lama dan tentu memprihatinkan kita semua," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (22/8/2022).
Ali mengatakan, KPK akan mendalami hal tersebut dalam proses penyidikan. Diketahui, selain Karomani, dalam kasus ini KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB) sebagai tersangka penerima suap. Sementara tersangka pemberi suap adalah pihak swasta, Andi Defiandi (AD).
"KPK akan dalami dan kembangkan nanti pada proses penyidikan. Kami berharap bila ada praktik semacam ini di tempat lain dalam dunia pendidikan kita, hentikan praktik-praktik koruptif semacam ini," ucap Ali.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut pada 2022, Unila sebagai salah satu perguruan tinggi negeri ikut menyelenggarakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain SNMPTN, Unila membuka jalur khusus, yaitu Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang salah satunya terkait mekanisme dilaksanakannya Simanila tersebut. Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif untuk terlibat langsung menentukan kelulusan para peserta Simanila dengan memerintahkan Heryandi dan Budi Sutomo serta melibatkan Muhammad Basri untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa. Apabila ingin dinyatakan lulus maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.
Selain itu, Karomani diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani. Adapun, besaran nominal uang yang disepakati antara pihak Karomani diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.