Ahad 21 Aug 2022 00:22 WIB

Temuan Kasus Pertama Monkeypox, Pakar Sebut 6 Upaya yang Harus Dilakukan

Indonesia diharapkan segera melakukan pengadaan vaksin cacar monyet.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Cacar monyet. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengonfirmasi temuan pertama kasus monkeypox atau cacar monyet di Indonesia pada Sabtu (20/8/2022).
Foto: Republika
Cacar monyet. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengonfirmasi temuan pertama kasus monkeypox atau cacar monyet di Indonesia pada Sabtu (20/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengonfirmasi temuan pertama kasus monkeypox atau cacar monyet di Indonesia pada Sabtu (20/8/2022). Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan ada sedikitnya enam upaya kesehatan yang harus dilakukan saat sudah ditemukannya kasus.

"Pertama yakni peningkatan surveilan penyakit, kedua penelusuran kasus yang ketat, ketiga komunikasi risiko yang baik, keempat keterlibatan aktif masyarakat, kelima upaya penurunan risiko (“risk reduction measures”) dan ke enam adalah vaksinasi," ujar Tjandra dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/8/2022).

Baca Juga

"Kita tentu berharap agar di negara kita setidaknya keenam upaya kesehatan ini dapat dilakukan dengan maksimal," sambungnya.

Perihal ketersediaan vaksin cacar monyet di dunia yang saat ini masih terbatas, Tjandra berharap agar Indonesia segera mengadakan vaksin di lapangan untuk yang membutuhkan. Terlebih, WHO juga telah menegaskan bahwa mereka khawatir bahwa ketimpangan pemerataan vaksin yang pernah terjadi untuk Covid-19 akan terjadi lagi pada pengendalian cacar monyet ini.

Sesuai data resmi WHO sampai 17 Agustus 2022 sudah ada lebih dari 35.000 kasus cacar monyet dari 92 negara di dunia dan sudah ada 12 kematian. Angka kasus cacar monyet di dunia terus naik dengan peningkatan 20 persen dalam seminggu.

"Tentu kita perlu amati bagaimana perkembangan kasus di negara kita sesudah adanya laporan kasus pertama sore ini," tegas Tjandra.

Sejauh ini sebagian besar kasus adalah mereka yang laki-laki sex dengan laki-laki. WHO menyampaikan bahwa negara dapat mendesain dan memberi informasi dan pelayanan kesehatan pada kelompok ini, tentu dengan cara yang baik dan sesuai hak azasi, martabat dan kehormatan diri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement