REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati, mengapresiasi dimasukkannya peningkatan kualitas sistem kesehatan sebagai salah satu agenda utama APBN 2023. Namun, ia memandang titik berat APBN tampaknya masih di sektor ekonomi dengan segala pendukungnya, termasuk infrastruktur.
"Bisa dibilang lebih dari 70 persen agenda utama APBN ini diarahkan pada sektor ekonomi. Infrastruktur juga masih terus menjadi prioritas APBN di tahun 2023 ini meskipun seharusnya perlu dilakukan evaluasi terhadap efektivitas infrastruktur yang sudah dibangun dengan anggaran sangat besar dalam mendukung perekonomian," kata Kurniasih dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/8/2022).
Kurniasih meminta agar pemerintah betul-betul serius untuk memulihkan sektor kesehatan yang sempat terguncang dan porak-poranda akibat pandemi covid-19. Pandemi membuat banyak tenaga kesehatan yang gugur, pelayanan kesehatan yang sempat terhenti, alat kesehatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan saat gelombang pandemi datang, dan tentu saja penurunan kualitas kesehatan masyarakat akibat pandemi covid-19.
Selain itu, Kurniasih mengatakan ketahanan sistem kesehatan juga menjadi terlihat begitu rapuh saat pandemi lalu, khususnya saat puncak gelombang pandemi. Belum lagi persoalan kemandirian obat dan vaksin yang masih jauh dari harapan. Pada tingkat layanan kesehatan primer dan fasilitas kesehatan tingkat pertama, masyarakat juga masih mengeluhkan pelayanan yang buruk.
"Oleh karena itu seharusnya pemulihan sektor kesehatan ini harus mendapat perhatian khusus dalam APBN 2023 ini," ucapnya.
Anggota Fraksi PKS itu secara khusus juga meminta pemerintah memberikan perhatian serius terhadap kesehatan ibu dan anak, termasuk penanganan stunting dalam APBN 2023. Kurniasih menyampaikan riset yang dilakukan oleh UNICEF bersama UNDP, AIPP-Prospera dan SMERU Research Institute yang menemukan bahwa anak-anak Indonesia menghadapi berbagai tantangan mulai dari guncangan ekonomi dan kerawanan pangan, terganggunya akses layanan kesehatan, hingga munculnya tekanan psikologis akibat pandemi lalu.
"Penyelenggaraan posyandu yang terganggu juga menyebabkan 13 persen rumah tangga dengan anak berusia di bawah lima tahun tidak dapat memperoleh layanan imunisasi dan 36,7 persen rumah tangga tersebut belum bisa mendapatkan terapi dan layanan kesehatan lain yang dibutuhkan anaknya," ujarnya.
Kemudian ia juga berharap pemerintah melaksanakan komitmennya dalam penanganan stunting. Dalam 5 Pilar Penurunan Stunting, belum terlihat secara eksplisit komitmen peningkatan anggaran dan alokassi anggaran yang lebih tepat dan efektif untuk penurunan stunting. Ia menuturkan, hasil kajian dari Badan Kajian DPR menunjukkan dari sisi anggaran, Pemerintah belum optimal merancang program penurunan AKI, AKB dan Angka kematian balita (AKABA) dan dalam dua tahun belakangan ini.
"Jika pemerintah memang menginginkan peningkatan kualitas SDM unggul yang produktif, inovatif dan berdaya saing melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, maka pemulihan sektor kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak harus menjadi prioritas anggaran," ungkapnya.