Selasa 16 Aug 2022 13:46 WIB

Senator DPD RI, DR Abdul Kholik: Prestasi Swasembada Beras Belum Sejahterakan Petani

Ironi petani yang tak sejahtera di lumbung padi.

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Petani memanen padi di lahan persawahan, Kebumen, Jawa Tengah, Senin (25/7/2022). Berdasarkan data dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) IPB, pada 2045 jumlah konsumi beras masyarakat Indonesia sebanyak 110 kilogram per kapita. Sehingga dibutuhkan beras sebanyak 35,2 juta ton atau 64 juta ton gabah kering panen (GKP) dari lahan baku seluas 7,1 juta hektare untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petani memanen padi di lahan persawahan, Kebumen, Jawa Tengah, Senin (25/7/2022). Berdasarkan data dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) IPB, pada 2045 jumlah konsumi beras masyarakat Indonesia sebanyak 110 kilogram per kapita. Sehingga dibutuhkan beras sebanyak 35,2 juta ton atau 64 juta ton gabah kering panen (GKP) dari lahan baku seluas 7,1 juta hektare untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator DPD RI asal Jawa Tengah DR Abdul Kholik mengapresiasi pidato kenegaraan Presiden Jokowi dengan sejumlah catatan. Salah sagu di antaranya terkait dengan prestasi swasembada beras yang disebutkan dicapai semenjak tahun 2019.

''Prestasi tersebut memang membanggakan di tengah ancaman krisis pangan global. Indonesia dinilai memiliki ketahanan pangan yang kuat. Namun, di balik prestasi itu adalah sejumlah masalah mengiringi, yakni kesejahteraan petani yang masih tertinggal dari kelompok masyarakat lainnya. Swasembada tidak serta-merta meningkatkan pendapat petani,'' kata Abdul Kholik dalam perbincangan di Jakarta, Senin (16/8/2022).

Menurut Kholik, yang merupakan anak petani di daerah Cilacap, meski ada swasembada beras, setiap kali panen penghasilan petani tidak meningkat. Pasalnya harga gabah selalu jatuh di kala musim panen tiba. Ongkos produksi gabah petani meningkat sehingga sedikit mendapat keuntungan dari hasil pertanian sawahnya. ''Hal ini juga yang membuat petani semakin tak bergairah. Profesi petani tetap tidak menarik bagi generasi muda.''

''Artinya, ke depan swasembada beras akan terus berkurang. Ini apabila tidak dilakukan upaya yang signifikan meningkatkan harga gabah sehingga membuat petani untung. Seharusnya harga gabah bisa mengimbangi pendapat pegawi negeri sipil. Di situ baru anak muda akan tertarik menjadi petani,'' tegasnya.

Jadi, di masa kini, lanjut Kholik, petani seakan mati di lumbung. Berasnya sangat banyak, tapi pendapatnnya rendah. ''Ini ironi di tengah prestasi swasembada beras. Kami berharap ke depan jangan terus terjadi. Nilai tukar komoditi beras sangat tidak imbang dengan nilai tukar komiditi lainnya. Ingat pahlawan swasembada beras adalah petani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement