REPUBLIKA.CO.ID, TOMOHON -- Stunting masih menjadi prioritas nasional di bidang kesehatan. Dengan ditetapkannya target nasional untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 14 persen di tahun 2024, perlu adanya upaya lebih untuk mencapai target tersebut meskipun penurunan angka stunting menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021 telah menunjukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Hal ini perlu terus ditingkatkan melalui upaya – upaya dimana Pemerintah Kabupaten/Kota termasuk di dalamnya Dinas Kesehatan beserta tenaga kesehatan yang terlibat memiliki peran penting.
Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukkan prevalensi angka stunting di Sulawesi Utara berada di angka 21,6 persen, dan Kota Tomohon sendiri berada di angka 18,3 persen. Secara nasional, pemerintah menentukan target prevalensi stunting turun ke angka 14 persen pada tahun 2024. Meski terbilang rendah, pemerintah daerah Kota Tomohon terus melakukan upaya terkait penurunan angka stunting terutama melalui Dinas Kesehatan beserta tenaga kesehatan.
Hal ini disampaikan pada Seminar Tatalaksana Cegah Stunting Tenaga Kesehatan dalam Percepatan Penurunan Stunting Melalui Sistem Rujukan Berjenjang di Kota Tomohon Sulawesi Utara, yang dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kota Tomohon , Edwin Roring, SE, ME.
Edwin Roring menyampaikan pemerintah hadir untuk memfasilitasi dengan skema-skema kegiatan bersama agar kekurangan gizi tidak terjadi lagi. “Dengan adanya seminar Ini jadi titik tolak ukur kedepan, bagaimana kiat-kiat pemerintah kota Tomohon untuk bisa mencegah terjadinya stunting dan berbagai kebijakan regulasi terus dilakukan secara maksimal oleh berbagai pihak, terutama Dinas Kesehatan,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Tomohon, dr. John Denny Lumopa, M.Kes., menyampaikan bahwa Dinas Kesehatan Daerah memiliki peran dalam percepatan penurunan stunting di Kota Tomohon. “terdapat beberapa masalah yang menjadi pemicu terjadinya stunting, diantaranya ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis, Berat Badan Lahir Rendah, Asupan Gizi tidak Adekuat, dan Sanitasi Lingkungan yang Buruk. sehingga upaya intervensi berdasarkan determinan masalah stunting di Kota Tomohon,” tutur John.
Selain itu, Dinas Kesehatan Kota Tomohon juga memiliki kegiatan unggulan program gizi seperti perbaikan gizi remaja putri dan calon pengantin serta perbaikan gizi pada 1000 HPK. “Kami juga melakukan pelayanan upaya gizi masyarakat berupa pemantauan pertumbuhan balita yang dilaksanakan di Posyandu serta kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan,” ungkap dia.
Sementara itu, Satuan Tugas Perlindungan Anak PP. IDAI, Dr. Dr. Rachmat Sentika, Sp.A, MARS., menjelaskan bahwa sistem rujukan pada kasus stunting harus dapat dilaksanakan hingga ke rumah sakit yang akan menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten untuk penanganan masalah gizi yang diakibatkan oleh penyakit atau kondisi tertentu pada bayi secara komprehensif.
“perlu sinergitas antara tenaga kesehatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk menemukan resiko stunting,” ujar Rachmat.
Lebih lanjut ia menegaskan jika dukungan fasilitas layanan kesehatan primer dalam surveilans gizi, deteksi dan penemuan kasus di masyarakat sangat dibutuhkan. “setiap level harus mengambil peran aktif, melatih dokter umum dan dokter Puskesmas untuk Penanggulangan Stuning secara berjenjang dari posyandu, Puskesmas, hingga RSUD,” tuturnya.
Dokter Spesialis Anak, dr. Ronald Rompies, Sp. A., pada kesempatan tersebut memaparkan jika pemberian nutrisi pada bayi dan anak terutama dalam 1000 HPK sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Selain itu, deteksi dini weight faltering penting untuk pencegahan stunting. “ini bisa dilakukan di posyandu, bila tidak ada perbaikan segera rujuk ke puskesmas. Nanti bila ditemukan stunted, dari puskesmas akan langsung memberikan rujukan ke dokter spesialis anak di RSUD,” jelas Ronald.
Ronald pun menjelaskan bahwa Intervensi spesifik dengan pemberian nutrisi yang optimal yaitu MPASI dengan kandungan protein hewani (telur, ikan, hati, dll) disertai PKGK (susu formula standar) atau PKMK (susu khusus) pada anak yang kekurangan gizi termasuk stunting sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan dan Surat Keputusan BPOM. "Sinergi antara Dinas Kesehatan dan pemerintahan kabupaten/kota terkait sangat diperlukan untuk intervensi spesifik dalam menurunkan prevalensi stunting,” Pungkasnya.
Kolaborasi multisektoral dengan sektor swasta pun terus dilakukan dalam upaya penurunan angka stunting yang merupakan tanggung jawab bersama, antara pemerintah selaku pemangku kebijakan dan tenaga medis sebagai pelaksana teknis sistem rujukan berjenjang dalam pencegahan stunting yang didukung peran mitra swasta.
Medical Science Director Danone Indonesia, Dr. dr. Ray W. Basrowi, MKK. Menyatakan bahwa komitmen Danone Indonesia dalam rangka penurunan angka stunting akan terus dilakukan. Promosi pemberian ASI Eksklusif bagi karyawan, mendukung berbagai macam riset tentang nutrisi pada anak-anak, program edukasi Tenaga Kesehatan Berkelanjutan, serta program pemberdayaan masyarakat dan komunitas.
"Tugas kami disini adalah mendekatkan sistem pelayanan dan akses dari semua jenis intervensi dan model-model yang telah sukses dilakukan di tempat lain," tutur Ray.