Jumat 05 Aug 2022 10:18 WIB

Miris, Jumlah Perokok Anak di Bawah 18 Tahun Terus Meningkat

Kepala BKKBN ajak ayah lindungi keluarga dari paparan asap rokok di dalam rumah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Erik Purnama Putra
Warga lansia Ahmad (80 tahun) merokok di pinggir jalan protokol di Jakarta, 31 Mei 2021. Ahmad mengaku, merokok sejak berusia 19 tahun.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Warga lansia Ahmad (80 tahun) merokok di pinggir jalan protokol di Jakarta, 31 Mei 2021. Ahmad mengaku, merokok sejak berusia 19 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah perokok anak setiap tahunnya di Indonesia terus meningkat. Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI, dr. Sumarjati Arjoso mengatakan, jumlah perokok pada anak di bawah 18 tahun jumlahnya terus naik sepanjang periode 2013-2019.

Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes, dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) BPOM menyatakan, ada tiga dari empat orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun. Pada 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen dan kemudian naik menjadi 8,80 persen pada 2016

Berikutnya angkanya mencapai 9,10 persen pada 2018 dan sebanyak 10,70 persen pada 2019. Jika tidak dikendalikan, menurut Sumarti, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen pada 2030.

Baca: Praktisi Ingatkan ASN untuk Saring Sebelum Sharing Informasi di Medsos

"Kami audiensi ke BKKBN bertemu Pak Hasto ingin mendapatkan masukan, karena seperti kita ketahui prevalensi tembakau pada anak remaja sulit sekali untuk dikendalikan," ujar Sumarjati di Jakarta, Jumat (5/8/2022).

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mendukung penuh upaya IAKMI dalam menekan prevalensi perokok pada anak. Hasto menegaskan, rokok erat kaitannya dengan stunting. Dia pun menyinggung bayi yang lahir panjang badan kurang dari 48 sentimeter masih di angka 22,6 persen.

"Menurut Riskesda 2018 yang lahir prematur masih 29,5 persen. Cukup tinggi. Sementara itu, pengaruh rokok itu terbukti kan semua sepakat dari hasil katakanlah dari meta analisis atau statistika review itu semua menunjukan bahwa pengaruh rokok adalah janin tumbuh lambat. Secara ilmiah antara rokok dan pertumbuhan janin ini sudah terbukti dan sangat signifikan," ujar Hasto.

Eks bupati Kulon Progo itu menyatakan, peran orang tua, khususnya seorang ayah harus benar-benar melindungi anggota keluarganya dari bahaya paparan asap rokok. Jika terpaksa, Hasto pun meminta sang ayah untuk merokok di luar rumah dan jauh dari jangkauan keluarga.

"Kalau kita melarang orang merokok itu hampir pasti kita gagal. Tapi, kalau mencegah orang merokok kemungkinan sukses besar. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencegahnya lewat perokok baru atau anak-anak ini," tutur Hasto.

Di Indonesia saat ini, kematian karena 33 penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada tahun 2015, dengan total kerugian makro mencapai Rp 596,61 triliun. Tembakau membunuh 290 ribu orang setiap tahunnya di Indonesia dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat penyakit tidak menular.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement