REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mendorong warga kota itu mengembangkan maggot sebagai upaya mengurangi volume sampah basah dari rumah tangga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pengembangan maggot juga sekaligus bisa menambah pendapatan keluarga.
"Untuk mendukung warga yang ingin mengembangkan maggot, kami siap memberikan pendampingan dan bibit atau pupa maggot untuk dikembangbiakkan," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Rabu (3/8/2022).
Menurutnya budidaya maggot tidak terlalu sulit karena pupa tinggal dilepas pada satu wadah dan diberi makan dari dari sisa-sisa makanan atau sampah basah rumah tangga. "Selanjutnya, maggot akan berkembangbiak sendiri seperti yang sudah kami lakukan di Maggot Center Kebon Talo," katanya.
Menurut dia, Maggot Center Kebon Talo saat ini memiliki 20 bak atau wadah budidaya maggot. Satu bak berukuran 1x2 meter menghasilkan 30-40 kilogram maggot basah.
Maggot bisa dipanen 14 hari sekali, sebab jika lebih maggot akan menjadi induk atau pupa. Sementara, untuk pakan ternak seperti itik, ikan dan lainnya adalah yang masih berupa maggot basah ukuran sedang bukan pupa.
"Untuk sementara saat ini kita jual maggot basah dengan harga Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram. Jadi tinggal dikalikan saja satu bak kita panen sekitar 30-40 kilogram, dikalikan 20 bak," katanya.
Kemal mengatakan, hasil penjualan maggot dari Maggot Center Kebon Talo untuk sementara ini digunakan lagi menjadi biaya operasional sebab kalau ingin menjadi pendapatan daerah harus dibuatkan payung hukum. "Karenanya jika potensi maggot ke depan terus membaik, kita segera siapkan regulasi untuk penyetoran hasil penjualan maggot ke kas daerah," katanya.
Dengan melihat potensi ekonomi pada budidaya maggot, Kemal mengajak masyarakat untuk mengembangkan maggot bila perlu di setiap lingkungan. "Selain bernilai ekonomis sehingga bisa menambah penghasilan warga, maggot juga dapat mengurangi sampah rumah tangga," katanya.