REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Satgas Monkeypox Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa belum ada kasus terkonfirmasi infeksi cacar monyet (monkeypox) di Indonesia. Cacar monyet adalah penyakit akibat virus yang ditularkan melalui binatang (zoonosis) dengan dua moda transmisi, yakni transmisi hewan ke manusia dan transmisi manusia ke manusia.
"Sampai di hari ini belum terdapat kasus konfirmasi infeksi monkeypox namun pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat harus tetap waspada," ujar Ketua Satgas Monkeypox PB IDI Hanny Nilasari dalam konferensi pers daring yang diikuti di Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Ia mengatakan, transmisi virus monkeypox dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi atau melalui gigitan. "Selain itu, kontak dengan daging mentah atau daging setengah matang dari binatang liar juga disebutkan dapat menyebabkan penularan virus monkeypox," tuturnya.
Sementara transmisi manusia ke manusia, Hanny mengatakan, dapat terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau lesi kulit pasien yang terinfeksi cacar monyet. Ia menambahkan, penularan melalui kontak tidak langsung juga dapat terjadi, yakni dengan media yang terkontaminasi virus cacar monyet seperti baju, kain, seprai dari pasien yang terinfeksi cacar monyet, dan kontak dengan droplet atau sekret pernapasan dari pasien yang terinfeksi.
"Laporan kasus menyebutkan juga adanya transmisi vertikal dari ibu hamil yang terinfeksi monkeypox pada janin," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, ia mengemukakan, hingga 29 Juli 2022 terdapat 76 negara yang melaporkan kejadian monkeypox di seluruh dunia dengan total kasus konfirmasi sebanyak 22.485 kasus di seluruh dunia. Di ASEAN, terdapat tiga negara melaporkan kejadian cacar monyet hingga akhir Juli 2022, yakni Singapura 11 kasus konfirmasi, Thailand dua kasus konfirmasi, dan Filipina satu kasus konfirmasi.
Guna mencegah masuknya virus cacar air ke Indonesia, ia menyampaikan, Satgas Monkeypox PB IDI meminta pemerintah untuk memperluas dan memperketat skrining pada pintu masuk pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas darat negara (PLBDN) dengan melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan melalui pengamatan suhu, tanda, dan gejala. "Pada pelaku perjalanan dengan kondisi demam sebaiknya dilakukan pemeriksaan langsung oleh dokter yang bertugas di pelabuhan, bandara, ataupun PLBDN," katanya.
Kemudian, meningkatkan kemampuan laboratorium jejaring dalam diagnosis molekuler spesimen pasien yang dicurigai menderita monkeypox sesuai rekomendasi WHO. Lalu, meningkatkan edukasi kepada masyarakat terkait epidemi, gejala, cara penularan, dan cara langkah pencegahan pribadi dan masyarakat.
Kemudian, meningkatkan kemampuan dalam identifikasi kontak erat pada pasien suspek dan probable monkeypox. Terakhir, memberikan informasi terkini kepada masyarakat mengenai situasi monkeypox secara berkala dan transparan untuk mencegah terjadinya kepanikan akibat kesimpangsiuran berita.