REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Silpa atau sisa lebih perhitungan anggaran dalam APBD 2021 Kabupaten Indramayu mencapai Rp 240 miliar. Kondisi itu sangat disesalkan kalangan dewan mengingat anggaran yang kurang terserap justru merupakan anggaran yang peruntukkannya menyentuh kepentingan masyarakat langsung.
‘’Berdasarkan pengalaman kami di DPRD, Rp 240 miliar ini adalah Silpa tertinggi. Silpa tahun 2020 yang mencapai Rp 143 miliar saja sudah tinggi, apalagi Silpa tahun 2021 yang mencapai 240 miliar. Itu sangat tinggi,’’ tukas Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD Indramayu, Dalam, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (27/6).
Dalam menyebutkan, tidak terserapnya anggaran secara maksimal hingga membuat Silpa tinggi itu terjadi di hampir semua dinas. Terutama di dinas-dinas yang justru melayani urusan wajib atau urusan dasar masyarakat, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan PUPR.
Menurut Dalam, anggaran yang tidak terserap secara maksimal itu adalah anggaran belanja modal, yang sebenarnya merupakan belanja yang betul-betul dibutuhkan masyarakat. Anggaran tersebut penggunaannya untuk pembelian tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, untuk jalan, jaringan irigasi serta modal aset tetap lainnya.
‘’Anggaran belanja modal itu harusnya penyerapannya maksimal karena paling dibutuhkan masyarakat,’’ tegas Dalam.
Dalam mencontohkan, di Dinas Pendidikan, anggaran pada 2021 yang terealisasi hanya Rp 42 miliar atau 84,48 persen. Itu berarti, ada uang menganggur sebesar Rp 7 miliar.
Di Dinas Kesehatan, lanjut Dalam, belanja modal untuk alat kesehatan dan sebagainya diberi anggaran Rp 129 miliar. Namun ternyata, hanya direalisasikan sebesar Rp 92 miliar atau 71,46 persen. Itu berarti, ada uang yang tidak digunakan sekitar Rp 37 miliar.
Sementara anggaran penataan ruang di PUPR, tambah Dalam, ada anggaran modal sebesar Rp 143 miliar. Namun ternyata, hanya terealisasi Rp 105 miliar (73,52 persen). Itu berarti, ada anggaran sebesar Rp 38 miliar yang tidak digunakan.
‘’Padahal kita tahu, masyarakat menjerit jalan rusak, irigasi rusak. Sedangkan ini ada belanja modal untuk jalan dan jaringan irigasi yang justru tidak terpakai Rp 21 miliar. Kenapa tahun kemarin tidak dibelanjakan? Itu kalau dipakai, berapa kilometer jalan yang bisa diperbaiki?,’’ cetus Dalam.
Dalam pun sangat menyayangkan karena anggaran yang tidak terserap itu juga ada yang berasal dari bantuan provinsi (banprov) dari Pemprov Jabar. Salah satu contohnya, banprov untuk pengembangan wisata mangrove.
Besaran banprov terserbut, terang Dalam, mencapai Rp 30 miliar. Namun ternyata, bantuan tersebut tidak terserap. Contoh lainnya, bantuan alat kesehatan dari bantuan provinsi yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit di Kabupaten Indramayu. Meski Pemprov Jabar sudah menyediakan, namun sayang tidak dicairkan. ‘’Sudah lelang, ada pemenang tendernya, tapi pencairannya tidak mau diurus. Itu kan sangat disayangkan,’’ sesal Dalam.
Tak hanya merugikan masyarakat, lanjut Dalam, tidak terserapnya banprov juga akan membuat Kabupaten Indramayu sulit memperoleh bantuan serupa di masa mendatang. Pasalnya, tidak terserapnya anggaran itu akan menjadi evaluasi dari pemerintah provinsi.
Dalam pun sangat menyayangkan pengelolaan anggaran tahun kemarin yang tidak maksimal. Dia menduga, banyaknya jabatan di dinas-dinas di lingkungan Pemkab Indramayu yang tidak memiliki pejabat definitif menjadi salah satu penyebabnya.
‘’Banyak kepala dinas yang sampai sekarnag masih dijabat Plt. Padahal pejabatan definitif sangat berperan dalam penggunaan anggaran. Kalau tidak ada pejabat definitif, siapa yang akan bertanggung jawab?,’’ tutur Dalam.
Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Indramayu, Muhaimin. Dia pun sangat menyesalkan banyaknya anggaran yang tidak terserap dalam APBD 2021.
‘’Anggaran sudah disediakan, tapi tidak diserap. Sangat ironi. Berarti dari sisi perencanaan, pengelolaan keuangan sebagai aparatur pemerintah daerah kurang siap,’’ kata Muhaimin.
Muhaimin mengungkapkan, tidak maksimalnya penyerapan anggaran itu sangat berdampak pada masyarakat. Selain itu, juga berdampak pada proses bantuan berikutnya. ‘’Belum tentu dianggarkan lagi untuk bantuan itu karena akan menjadi evaluasi dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi,’’ tuukas Muhaimin.
Muhaimin berharap, tingginya Silpa pada 2021 tidak terulang lagi dalam APBD 2022. Dia mendorong agar penyerapan anggaran bisa dilakukan secara maksimal.