Jumat 22 Jul 2022 18:00 WIB

Kasus Perundungan Anak Tasikmalaya Wujud Lemahnya Peran Masyarakat

Terduga pelaku perundungan di Tasikmalaya berusia 13 dan 14 tahun.

KPAID Kabupaten Tasikmalaya melaporkan kasus perundungan ke Polres Tasikmalaya, Kamis (21/7/2022). Kasus perundungan anak di Tasikmalaya menarik perhatian publik karena korban depresi dan meninggal dunia.
Foto: dok. istimewa
KPAID Kabupaten Tasikmalaya melaporkan kasus perundungan ke Polres Tasikmalaya, Kamis (21/7/2022). Kasus perundungan anak di Tasikmalaya menarik perhatian publik karena korban depresi dan meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Bayu Adji P, Muhammad Fauzi Ridwan, Haura Hafizhah, Antara

Kasus perundungan terhadap siswa SD berusia 11 tahun di Tasikmalaya mengakibatkan sang anak meninggal dunia. Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) menilai kejadian anak yang dipaksa bersetubuh dengan kucing hingga akhirnya dia depresi tidak lepas dari peran masyarakat dan keluarga.

Baca Juga

"Ini (karena) lemahnya peran masyarakat sampai itu terjadi. Itu juga karena kegagalan keluarga, bagaimana bisa terjadi pemaksaan anak untuk melakukan persetubuhan dengan kucing," ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Republika, Jumat (22/7/2022).

Artinya, ia menegaskan kejadian ini tidak mungkin berdiri sendiri, kesalahan ada di masyarakat dan keluarga. Lebih lanjut ia meminta pelaku perundungan yang juga anak-anak kalau melakukan kekerasan, dia bisa diklasifikasi usianya di bawah 12 tahun atau di bawah 14 tahun.

Kalau sudah mendapatkan sanksi, misalnya pelaku di bawah usia 12 tahun maka ditangani dengan diversi. Yaitu penyelesaian di luar pengadilan yang mendapatkan sanksi tindakan dikembalikan kepada orang tua dengan pembinaan dan sebagainya.

Sementara untuk pencegahan kasus serupa terjadi, ia meminta ada yang membangun gerakan perlindungan anak berbasis komunitas dan keluarga. Jadi, keluarga harus berani mengubah paradigma pola pengasuhan, menciptakan rumah yang terus beribadah, rumah yang terus bersahabat dengan anak dan ramah pada anak. Sebab, dia melanjutkan, rumah adalah garda terdepan untuk melindungi anak. Sementara supaya anak tak jadi korban perundungan maka Arist meminta harus ada kurikulum di sekolah.

Lebih lanjut ia meminta kejadian di Tasikmalaya harus jadi evaluasi dalam rangka Hari Anak Nasional yang akan diperingati besok (23/7/2022). "Ada fenomena kejahatan yang bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa, ini sudah memaksakan anak untuk melakukan persetubuhan dengan kucing. Bahkan, beberapa waktu lalu dengan kambing, kerbau," katanya.

Ia menegaskan kejadian ini adalah sebuah kegagalan mendidik anak. Padahal, anak adalah amanah, titipan dan anugrah Tuhan.

Para terduga pelaku dalam kasus perundungan di Kabupaten Tasikmalaya saat ini telah ditempatkan di rumah aman Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Kondisi psikis para terduga disebut terguncang akibat viralnya kasus tersebut.

Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya, An'an Yuliati, mengatakan, pihaknya mengamankan para terduga pelaku pada Kamis (21/7/2022). Selain para terduga pelaku, orang tua mereka juga ikut mendampingi lantaran para terduga pelaku masih berusia antara 13 tahun dan 14 tahun.

'Total ada tiga orang yang diamankan. Yang beredar memang empat orang, tapi hanya tiga orang yang melakukannya," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Jumat (22/7/2022).

P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya sengaja mengamankan para terduga pelaku dan tidak sembarangan memberikan akses kepada setiap orang yang ingin bertemu. Sebab, para terduga pelaku stres dan syok akibat peristiwa itu. Para terduga pelaku juga masih ketakutan.

"Ketiga orang itu sudah diperiksa (polisi). Namun statusnya masih saksi," kata An'an.

Menurut dia, berdasarkan keterangan para terduga pelaku, mereka tidak berniat melakukan perundungan. Anak-anak itu disebut hanya iseng dan main-main.

Para terduga pelaku tak mengira peristiwa itu bakal menjadi viral. Apalagi, An'an menilai, pemberitaan awal terkait kasus itu tidak berimbang.

"Menurut mereka tak ada unsur paksaan dan kekerasan. Bahkan mereka menjelaskan hanya main-main. Ocon (bercanda) bilangnya," ujar dia.

Menurut dia, ketiga anak itu sangat menyesal dengan perbuatan mereka. Bahkan, mereka meminta maaf kepada semua pihak terkait kasus itu sambil menangis. Mereka juga berjanji tak akan sekali-kali mengulangi perbuatan itu.

An'an mengatakan, P2TP2A akan terus mendampingi agar anak-anak itu benar-benar kembali pulih kondisinya. Pendampingan akan dilakukan hingga mereka kembali dapat bersosialisasi dengan normal.

"Alhamdulillah setelah kami lakukan hipnoterapi dan konseling, sekarang kondisinya membaik. Mereka sudah bisa tidur nyenyak dan makan dengan lahap. Raut wajahnya juga sudah membaik," kata dia.

An'an juga juga berencana mendatangkan psikolog untuk memeriksa kondisi para terduga pelaku itu. Rencananya, psikolog akan memeriksa mereka pada Ahad (24/7/2022).

"Kami juga akan berupaya menetralisir isu ini di lingkungan mereka. Agar tidak ada lagi yang bertanya kepada mereka terkait kasus ini," kata dia.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya juga melakukan mengamankan keluarga korban dugaan perundungan. Keluarga yang anaknya meninggal itu tinggal di rumah aman KPAID Kabupaten Tasikmalaya.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengatakan, saat ini kedua orang tua dan saudara korban telah ditempatkan di rumah aman. Pihaknya terus melakukan pemulihan lantaran kondisi keluarga korban dinilai masih belum stabil. "Tujuannya (diamankan) adalah untuk pemulihan kondisi psikis keluarga," kata dia, Jumat (22/7/2022).

Selain itu, keluarga korban ditempatkan di rumah aman untuk mempemudah proses pemeriksaan. Apalagi, kasus perundungan itu telah dilaporkan kepada aparat kepolisian.

"Lalu ketika ada kunjungan dari berbagai pihak koordinasinya lebih mudah," ujar Ato. KPAID masih fokus menggali informasi untuk membantu penyelidikan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement