REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Sub-Direktorat Harta dan Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum (Subdit Harda Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menemukan modus baru sindikat mafia tanah dalam beraksi. Mereka dalam aksinya mengincar lahan kosong yang tidak dijaga.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, memaparkan, tanah kosong tersebut apabila sudah bersertifikat lantas dibuatkan dokumen PM 1, seperti akta jual beli (AJB) dan akta peralihan. Kemudian, dokumen itu dipakai sebagai landasan sindikat untuk melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca: Viral Poster DPD KNPI Provinsi Riau Adakan Lomba Sabung Ayam
"Dengan bantuan oknum BPN serta oknum kecamatan dan kelurahan kemudian dibuat dokumen PM 1 meliputi AJB dan akta peralihan. Dokumen inilah yang kemudian dipakai untuk melakukan gugatan ke PTUN," kata Hengki di Markas Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).
Hengki menjelaskan, modus lainnya yang digunakan mafia tanah adalah membuat pembanding terhadap tanah yang belum bersertifikat. Mereka dibantu oknum kecamatan hingga pejabat kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga sertifikat keluar.
"Dibuat girik palsu, akta palsu, akta peralihan dan diajukan penerbitan sertifikat. Jadi yang terjadi penguasaan lahan secara tidak sah. Di sini peranan oknum BPN membuat gambar ukur dan peta bidang yang palsu," ujar Hengki.
Baca: Ponpes Al-Amien Prenduan Sumenep Ajak Mahasiswa Kuasai Dunia Digital
Modus baru lainnya adalah dengan memanfaatkan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dengan cara seolah-olah telah menyerahkan sertifikat tanah kepada pemilik asli. Padahal, sebenarnya tidak sama sekali.
"Sertifikat sebenarnya sudah jadi tapi seolah-olah sudah diberikan kepada korban. Ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon. Lalu sertifikat ini diganti identitasnya," tutur Hengki.
Eks kepala Polrestro Jakarta Pusat itu menjelaskan, modus terakhir yang paling canggih disebut sebagai super akun yang dapat mengubah data lahan milik korban secara ilegal. "Jadi menggunakan akses ilegal mereka dapat melakukan input data mereka melakukan validasi perubahan data lahan milik pelaku dan akhirnya nanti bisa diubah oleh pemilik," kata Hengki.
Selain modus baru tersebut, Hengki menyampaikan, kebanyakan sindikat mafia tanah menggunakan cara klasik seperti yang terjadi dalam kasus dengan korban keluarga selebritas Nirina Zubir. Dalam kasus Nirina, penyidik juga ikut menciduk notaris yang ikut kongkalikong.
"Di mana sindikasi ini menciptakan figur seolah ada peran pengganti terhadap keluarga Nirina Zubir. Terjadi peralihan hak lalu dibuat surat palsu dibuat akta peralihan hak dan beralih surat tersebut. Makanya ada notaris yang kami tangkap dalam proses ini," ungkap Hengki.
Baca: BRIN Watch Sindir, Peneliti tak Dapat Dana Penelitian, Pimpinan Malah Jalan-Jalan ke Eropa