REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pers akan menindaklanjuti penolakan terhadap sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengancam kebebasan pers. Dewan Pers akan secepatnya beraudiensi dengan DPR dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai pihak penyusun RKUHP.
"Dewan Pers bersama konstituen dan elemen masyarakat sipil akan mencoba bertemu dengan DPR dan Kemenkumham untuk mendialogkan RKUHP secepatnya," kata anggota Dewan Pers Asmono Wikan saat dikonfirmasi, Ahad (17/7/2022).
Asmono yang juga Ketua Komisi Pemberdayaan Organisasi Dewan Pers ini mengatakan, audiensi penting agar jangan sampai pasal-pasal tersebut lolos di RKUHP. Meskipun saat ini DPR sedang reses, tetapi pembahasan RKUHP akan berlanjut saat masa persidangan DPR kembali dimulai Agustus mendatang.
Menurutnya, jika pasal ini lolos akan mencederai semangat kemerdekaan pers dan demokrasi. "Dewan pers ingin pasal diubah dengan memerhatikan semangat dan prinsip-prinsip demokrasi serta kemerdekaan pers maupun kebebasan berpendapat," kata Asmono.
Dia mengatakan, Dewan Pers juga sedang menyiapkan upaya kajian-kajian dan dialog publik yang intensif tentang RKUHP berkelanjutan. Tujuannya, untuk meliterasi publik tentang pasal RKUHP yang berpotensi membelenggu kemerdekaan pers.
"Untuk meliterasi publik tentang RKUHP yang perlu diperbaiki pada sejumlah pasal yang berpotensi membelenggu kemerdekaan pers. Setidaknya saat ini ada dua agenda yang sedang kami siapkan," kata dia.
Sebelumnya, Dewan Pers mencermati sejumlah ketentuan hukum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi mengancam kebebasan pers di Indonesia. Dewan Pers mendesak DPR dan Pemerintah untuk mengganti atau menghapus pasal tersebut.
Pasal-pasal tersebut antara lain:
1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum)
4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan pencemaran nama baik;
9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.