Sabtu 16 Jul 2022 22:16 WIB

Soal Aturan IHT, Pemerintah Diharapkan Adil dan Objektif

Hal yang jadi perhatian pelaku usaha IHT ialah soal simplifikasi tarif cukai.

Pekerja UMKM melinting tembakau menjadi rokok.
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Pekerja UMKM melinting tembakau menjadi rokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah lebih adil dan objektif soal kebijakan maupun aturan untuk industri hasil tembakau (IHT). 

Dilansir dari Antara, Sabtu (16/7/2022), legislator Partai Golkar itu mewanti-wanti pemerintah melihat terlebih dahulu manfaat dan dampak terhadap sektor yang menjadi penyangga hidup banyak orang tersebut sebelum mengeluarkan regulasi tentang IHT.

Baca Juga

"Tidak semua aturan itu kemudian memberikan keuntungan bagi industrinya," katanya, Sabtu (16/72022), mengomentari kebijakan pemerintah di bidang cukai rokok. Saat ini pemerintah sedang membahas kebijakan cukai rokok untuk 2023. Misbakhun menuturkan, ia pada Kamis (14/7/2022) menjadi pembicara seminar bertema "Catatan Kritis Kebijakan Cukai Hasil Tembakau dan Tantangan ke Depan" yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka, Kota Pasuruan. Dalam kesempatan itu, Misbakhun juga menerima unek-unek para pelaku usaha IHT. 

Hal yang menjadi kekhawatiran dan perhatian pelaku usaha IHT ialah soal simplifikasi tarif cukai. Hal ini karena, masih kaya dia, simplifikasi itu dibarengi kenaikan tarif cukai untuk IHT. 

Menurut Misbakhun, IHT memiliki peran penting terhadap perekonomian Indonesia. Dia menegaskan, IHT mampu menciptakan efek pengganda. 

"Industri ini memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja yang besar, mulai dari sektor hulu hingga hilir, dan berkontribusi besar dalam menggerakan perekonomian nasional dan daerah," ujarnya. 

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu pun menyodorkan angka untuk menguatkan argumennya. Misbakhun mengatakan kontribusi IHT terhadap Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai 95 persen. 

"Besarnya potensi kontribusi CHT menyebabkan kebijakan cukai makin eksesif. CHT terlihat justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok," kata dia. 

Selain itu, Misbakhun juga menegaskan komitmennya untuk membela para petani tembakau. Politikus asal Pasuruan itu mengaku akan terus bersebrangan dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau yang dicetuskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

"Bagi saya, menolak FCTC ini ibadah. Jihad saya melawan agenda asing di Indonesia. Kalau orang berjihad melawan rokok, saya akan berjihad melawan FCTC," kata dia menambahkan.

Pembicara lain dalam seminar itu ialah Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar. Menurut dia, pelaku usaha IHT risai dengan wacana simplifikasi tarif cukai.

Sulami menjelaskan pada 2012 terdapat 15 lapis (layer) tarif cukai. Namun, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2021 memangkas lapis tarif cukai itu menjadi delapan.

Menurut Sulami, efek simplifikasi tarif cukai itu ialah penurunan volume produksi rokok legal atau yang berpita cukai. Sebaliknya, simplifikasi dan kenaikan tarif cukai berbanding lurus dengan peningkatan peredaran rokok ilegal.

"Pada 2019 ketika tidak ada kenaikan tarif cukai, tidak ada simplifikasi, peredaran rokok ilegal mengalami penurunan signifikan," ujarnya. 

Adapun Wakil Wali Kota Pasuruan Adi Wibowo yang menjadi pembicara lain dalam seminar itu mengharapkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCT) bisa diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang sudah dicanangkan. 

Adi menjelaskan Kota Pasuruan memperoleh DBHCHT sebesar  Rp17 miliar pada 2021. Jumlah itu meningkat pada 2022 menjadi Rp21 miliar. 

"Ini menjadi tantangan kita juga di pemerintah daerah untuk mengipmplementasikan dan mengalokasikan DBHCHT sesuai dengan tujuan-tujuan yang sudah dicanangkan," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement