Rabu 13 Jul 2022 13:01 WIB

Eks Pemimpin ACT Pasrah Jika Harus Jadi Tersangka 

Ahyudin sudah tiga kali diperiksa oleh tim penyidikan Bareskrim Polri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/7/2022). Ahyudin diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan kasus dugaan penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/7/2022). Ahyudin diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan kasus dugaan penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks bos Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin pasrah dengan nasib hukumnya di kepolisian. Kata dia, jika mengharuskannya dipersalahkan dengan dijadikan tersangka, hal tersebut agar tak menjadikan ACT sebagai lembaga, menjadi korban. Ahyudin menegaskan siap dengan konsekuensi apa pun.

“Demi Allah, saya siap berkorban, atau dikorbankan sekalipun. Semoga ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan, insya Allah akan lebih besar manfaatnya untuk masyarakat luas, dan tetap hadir, eksis sebaik-baiknya,” kata Ahyudin, di Mabes Polri, pada Selasa (12/7/2022) malam. 

Ahyudin sudah tiga kali diperiksa oleh tim penyidikan Bareskrim Polri. Pemeriksaan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) itu dilakukan terkait dengan penyidikan dugaan penyimpangan pengelolaan dana santunan, dan CSR.

Ahyudin mengatakan, persoalan manajeman di ACT tak semestinya berujung pada pembreidelan aktivitas, dan kegiatan lembaga tersebut untuk masyarakat. Sebab, menurut dia, jikapun ditemukan adanya bukti perbuatan pidana oleh orang-orang tertentu di internal ACT, risiko hukum semestinya menjadi tanggung jawab personal. Termasuk, dikatakan dia, jika tanggung jawab tersebut, mengharuskannya menjadi tersangka dan di penjara.

Baca juga : Presiden ACT Ibnu Khajar: Saya Lelah, Saya Butuh Istirahat

“Saya siap sewaktu-waktu, ke depan, saya korban, atau dikorbankan, asalkan ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan tetap eksis. Saya ikhlas, dan saya akan terima dengan sebaik-baiknya. Itu dari saya yang paling penting,” ujar Ahyudin.   

Kasus terkait ACT ini, naik ke penyidikan sejak Senin (11/7/2022), setelah melewati proses penyelidikan, dan gelar perkara cepat, akhir pekan lalu. Dalam status penyidikan, Bareskrim Polri, tak menyasar adanya dugaan keterlibatan pengelolaan dana ACT untuk kegiatan, dan aktivisme radikal di luar negeri seperti yang selama ini dituduhkan.

Namun, terkait dengan dugaan penyalahgunaan, dan penyimpangan dana bantuan korban kecelakan pesawat Lion Air JT-610 2018. 

Dikatakan, ACT adalah pihak ketiga pengelola dana santunan, dan dana sosial bagi ahli waris para korban kecelakaan pesawat itu. ACT sebagai pihak ketiga, mengacu pada syarat dari perusahaan pemberi santunan. 

Dalam hal tersebut, adalah pihak Boeing yang memberikan santunan senilai 144 ribu dolar AS (Rp 2,06 miliar) kepada para ahli waris korban. Bantuan lainnya, berupa CSR, yang juga dikelola oleh ACT. CSR tersebut, semula diperuntukan untuk membangun fasilitas pendidikan. 

Baca juga : ACT Diduga Menyalahgunakan Dana CSR Korban JT-610

Dalam penelusuran, dana sosial, dan CSR yang dikelola ACT diduga untuk kepentingan bisnis, dan pribadi. Terkait dugaan tersebut, Bareskrim Polri melakukan penyidikan dengan sangkaan awal dalam Pasal 372, Pasal 378, KUH Pidana, dan Pasal 45 A ayat (1), Pasal 28 ayat (1) UU ITE sebagai dasar penyidikan. Penyidikan juga menggunakan dalil Pasal 70 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 5 UU 28/2004 tentang Yayasan, serta Pasal 3, dan Pasal 4, serta Pasal 5 UU TPPU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement