Jumat 01 Jul 2022 17:51 WIB

MUI: Wabah PMK Perlu Direspons Secara Proporsional

MUI menekankan pentingnya merespons wabah PMK secara proporsional

Seorang pedagang mengikat tali pengikat sapi ke kandang di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (29/6/2022). Menurut pedagang tersebut, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) telah menyebabkan menurunnya penjualan sapi kurban dan terbatasnya pasokan sapi, sementara sapi kurban di lokasi tersebut dibandrol seharga Rp21 juta - Rp60 juta per ekor tergantung berat badan.
Foto: ANTARA/Agha Yuninda
Seorang pedagang mengikat tali pengikat sapi ke kandang di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (29/6/2022). Menurut pedagang tersebut, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) telah menyebabkan menurunnya penjualan sapi kurban dan terbatasnya pasokan sapi, sementara sapi kurban di lokasi tersebut dibandrol seharga Rp21 juta - Rp60 juta per ekor tergantung berat badan.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengemukakan bahwa wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada binatang ternak mesti direspons secara proporsional."Banyak cara yang sesungguhnya bisa kita lakukan untuk mengatasi penyakit mulut dan kuku atau PMK ini, di antaranya kita harus menyikapi ini secara proporsional dan profesional," katanya dalam diskusi virtual bertajuk "Kurban Aman saat Idul Adha" yang diikuti dari Jakarta, Jumat (1/7/2022).

Penyakit mulut dan kuku yang menyerang hewan berkuku genap, termasuk ternak sapi dan kambing, sangat cepat menular dan bisa menimbulkan kerugian luar biasa karena menyebabkan penurunan populasi dan produksi ternak.Namun, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus itu tidak termasuk zoonosis atau penyakit binatang yang bisa menular kepada manusia.

Baca Juga

Dalam diskusi mengenai keamanan hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adhayang diselenggarakan olehBadan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Amirsyah menekankan pentingnya merespons wabah PMK secara proporsional supaya tidak menimbulkankepanikan dan kegundahan.

Ia mengatakan bahwa pencegahan dan penanganan penularan penyakit ternak tersebut harus dilakukan dengan melibatkan ahli kesehatan hewan serta ahli keagamaan khusus untuk yang berkaitan dengan penyediaan hewan untuk kurban.Guna memberikan panduan kepada warga yang hendak berkurban pada Hari Raya Idul Adha, MUIsudah mengeluarkan fatwa mengenai hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban pada masa wabah PMK.

Sementara itu,Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Syamsul Ma'arif menjelaskan bahwa wabah PMK bukan kali pertama muncul di Indonesia.Di Indonesia, penularan PMK pertama dideteksi di daerah Malang, Jawa Timur, tahun1887.

Pemerintah kemudian melakukan upaya pengendalian secara intensif dari tahun 1974 sampai 1986.Berkat upaya tersebut, Indonesia bebas PMK sejak 1986 dan organisasi dunia untuk kesehatan hewan,Office International des Epizooties(OIE), menyatakan Indonesia bebas dari penyakit binatang itu pada 1990.Pada tahun 2022, penyakit ternak tersebut kembali mewabah.

Pemerintah pun menjalankan upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi penularannya, termasuk memperketat pengawasan lalu lintas pengiriman ternak, disinfeksi kandang, serta vaksinasi.

Syamsul mengatakan bahwa menjelang Idul Adha, Kementerian Pertanian mengerahkan petugas untuk mengawasi perdagangan dan memeriksa kesehatan hewan kurban guna memastikan daging hewan yang disembelih pada Hari Raya Idul Adhaaman untuk dikonsumsi.

"Mengawasi mulai dari saat hewan itu mau dijual. Jadi sudah ada yang mengawasi mulai dari lapak penjualan sampai nanti sebelum dipotong dan sesudah dipotong ada pemeriksaan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement