Kamis 30 Jun 2022 03:46 WIB

Operator Angkutan Umum Harus Punya Pedoman Tangani Kekerasan Seksual

KAI diapresiasi dalam menindak kasus pelecehan seksual.

Petugas membawa poster kampanye cegah tindak kekerasan seksual di kereta api di Stasiun Gubeng Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/6/2022). PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Surabaya melakukan kegiatan kampanye di Stasiun Surabaya Gubeng untuk  mencegah tindak kekerasan dan pelecehan seksual  khususnya di kereta api sehingga terwujud transportasi kereta api yang aman dan nyaman bagi seluruh penggunanya.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Petugas membawa poster kampanye cegah tindak kekerasan seksual di kereta api di Stasiun Gubeng Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/6/2022). PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Surabaya melakukan kegiatan kampanye di Stasiun Surabaya Gubeng untuk mencegah tindak kekerasan dan pelecehan seksual khususnya di kereta api sehingga terwujud transportasi kereta api yang aman dan nyaman bagi seluruh penggunanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komisi Nasional Perempuan, VAeryanto Sitohang, mengatakan, operator sistem transportasi atau angkutan publik harus mempunyai pedoman dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di dalam moda transportasi.

"Yang paling penting adalah seluruh (operator)moda transportasi umum ini memiliki pedoman untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di institusi masing-masing," kata dia, saat dihubungi, Rabu (29/6/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan, operator sistemtransportasi publik tidak dimandatkan untuk memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual. Karena itu pedoman penanganan kasus kekerasan seksual menjadi penting agar petugas sistem transportasi publik bisa memberikan pertolongan pertama secara tepat bagi korban.

Ia mengatakan pihak Komisi Nasional Perempuan siap memberikan pengarahan mengenai bagaimana mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. "Komnas Perempuan siap berkolaborasi dengan mereka, memberikan mereka pengetahuan dan berbagi pengalaman bagaimana penanganan kasus seperti ini," ujarnya.

Ia juga mengimbau agar korban untuk tidak segan untuk melaporkan tindak kejahatan serupa yang dialami di transportasi publik, karena korban kekerasan seksual saat ini telah mendapatkan perlindungan dengan disahkannya UU Tindak Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).

Ia memahami banyak korban kekerasan seksual di moda transportasi publik yang enggan melanjutkan proses hukum terhadap pelakunya karena berbagai hal antara lain karena stigma masyarakat terhadap korban dan khawatir kasusnya tidak ditindaklanjuti karena kurang bukti.

Meski demikian dengan disahkannya UU TPKS, kesaksian dari korban sudah cukup menjadi landasan bagi aparat penegak hukum untuk menjerat pelakunya. "Dalam UU TPKS telah dibuka ya, misalnya saksi korban menjadi saksi yang cukup untuk kasus ini ditindaklanjuti, itu mungkin salah satu terobosan atau kemudahan," kata dia.

Ia juga menyampaikan apresiasinya kepada PT Kereta Api Indonesia dalam menindak kasus pelecehan seksual di moda transportasinya. Dalam kasus ini PT KAI telah mengambil tindakan tegas dengan memasukkan nomor induk kependudukan terduga pelaku pelecehan seksual di kereta api ke dalam daftar hitam sehingga yang bersangkutan tidak boleh untuk naik KA.

"Kami tentu mengapresiasi langkah yang dilakukan KAI, selama satu minggu ini mereka aktif terus menerus melakukan sosialisasi apa itu kekerasan seksual dan kemudian bagaimana kita mencegah dan menanganinya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement