Sabtu 25 Jun 2022 17:05 WIB

4.114 KIPI Covid-19 Dilaporkan ke Komnas

Komnas menyatakan, mayoritas laporan KIPI tak terkait dengan vaksinasi Covid-19.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) menerima 4.114 laporan KIPI Covid-19 hingga Sabtu (25/6/2022).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi. Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) menerima 4.114 laporan KIPI Covid-19 hingga Sabtu (25/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) menerima 4.114 laporan KIPI Covid-19 hingga Sabtu (25/6/2022). Kendati demikian setelah ditelusuri, mayoritas laporan KIPI tak terkait dengan vaksinasi Covid-19.

"4.114 laporan KIPi masuk dan terbanyak mengalaminya adalah golongan umur dewasa muda," ujar Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Satari dalam konferensi virtual, Sabtu.

Baca Juga

Ia menyebutkan, laporan KIPI yang diterima bermacam-macam di antaranya demam, napas pendek, mual, muntah, pusing, lemas, penurunan kesadaran, nyeri kepala, hingga nyeri otot. Kemudian, Komnas KIPI melakukan audit bersama. 

Hasilnya, Komnas KIPI menemukan laporan yang masuk ternyata jarang terkait dengan vaksinasi Covid-19. "Ada orang yang pusing dan sakit kepala, ada yang demam dan pegal, ada yang demam, pegal, hingga mual tetapi itu hilang dalam satu atau dua hari dan sembuh," katanya.

Bahkan, ia menyebutkan, instansi kesehatan di luar negeri seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS), yaitu FDA, mengatakan, tak ada kejadian serius KIPI dan manfaat vaksin Covid-19 lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi. Hindra mengatakan, lebih dari 65 juta dosis vaksin Covid-19 viral vektor aman untuk digunakan sebagai dosis primer maupun dosis penguat (booster). 

Kendati demikian, ia mengatakan, surveilans KIPI melihat keamanan vaksin harus terus dilakukan berkesinambungan dalam upaya peningkatan keselamatan pasien serta menentramkan masyarakat. Di Indonesia, dia melanjutkan, pemberian dosis booster bagi lanjut usia dapat diberikan dengan interval minimal 3 bulan setelah mendapatkan vaksin primer dua dosis lengkap. 

Ia mengatakan, vaksin booster Covid-19 dapat diberikan secara homolog maupun heterolog menggunakan regimen vaksin yang tersedia di lapangan dan sudah mendapatkan izin edar (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan mendapatkan rekomendasi Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI). Ia menambahkan, booster diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan respons imun  setelah vaksinasi primer dua dosis lengkap.

"Vaksinasi yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan titer antibodi yang diinginkan untuk merespons memori untuk mengenali antigen dalam Covid-19," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement