REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana kebijakan pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang risiko pelabelan wajib Bisfenol-A (BPA) bisa merembet kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kini banyak terjun ke industri pengisian air minum. Aturan itu menyasar galon guna ulang berbahan polikarbonat.
Pada tahap awal, pelabelan BPA memang berdampak langsung terhadap bisnis industri besar. Pasalnya, galon yang digunakan dalam pengisian ulang diproduksi oleh perusahaan skala besar Dalam jangka panjang kebijakan ini berpotensi mereduksi skala bisnis UMKM.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) pun mulai cemas dengan rencana pelabelan wajib BPA. Sekjen Ikappi Reynaldi Sarijowan menyarankan kepada BPOM dan pemangku kebijakan untuk lebih memperhatikan pada standar mutu dibandingkan dengan kemasan dari produk tersebut.
Kendati tidak merasakan dampak langsung, dia meminta kepada pemerintah untuk lebih teliti
dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan konsumsi masyarakat luas ini. "Buat pedagang berdampak tetapi secara tidak langsung. Tetapi (yang lebih penting) soal mutu," kata Reynaldi dalam siaran di Jakarta, Senin (20/6/2022).
Pelabelan BPA masuk dalam rancangan revisi peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label
Pangan Olahan yang belum mendapatkan pengesahan. Persoalannya, penelitian yang dijadikan
dasar perubahan aturan itu dilakukan secara tertutup.
Reynaldi menyarankan, BPOM melakukan komunikasi intensif dengan pelaku usaha serta kalangan masyarakat, termasuk pebisnis kecil untuk menghindari perdebatan yang panjang mengenai hal ini. "(Jika tidak dikomunikasikan) justru (masalah) bisa panjang nanti," ujarnya mengingatkan.
Belum lama ini, BPOM memberikan pernyataan bahwa pelaku UMKM, mendapatkan pengecualian dari rencana kebijakan pelabelan BPA. Hanya saja, sejumlah kalangan meragukan komitmen tersebut.