Sabtu 18 Jun 2022 15:28 WIB

Reshuffle Kabinet Kental Nuansa Politis? Ini 4 Catatan Pengamat

Reshuffle kabinet Jokowi-Maruf dinilai hanya kental muatan politis

Rep: Amri Amrullah / Red: Nashih Nashrullah
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejatinya reshuffle kabinet menjadi sebuah agenda publik, karena ada upaya untuk perbaikan kinerja pemerintahan.

Namun dalam pengumuman reshuffle kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (15/6/2022) lalu bisa jadi ada upaya lain di balik kaca mata publik, terutama terkait strategi politik dan pencalonan presiden jelang 2024.

Baca Juga

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengungkapkan publik melihat beragam problem ekonomi dalam beberapa waktu terakhir jadi alasan dilakukannya reshuffle.

Soal stabilitas harga-harga kebutuhan pokok dan yang paling monumental adalah terjadinya kelangkaan minyak goreng disertai harga yang membumbung tinggi hingga sekarang.

"Sayangnya muatan politik tampak mendominasi ketika Ketua Umum PAN Zulkifi Hasan ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan dan Menteri-Menteri bidang perekonomian luput dari pergantian," kata Agus kepada wartawan, Jumat (17/6/2022). 

Drama reshuffle menjadi antiklimaks karena nalar politik di atas kepentingan publik yang sudah semestinya menjadi prioritas. Apalagi tingkat kepuasan terhadap pemerintah bergerak fluktuatif di kisaran 58-68 persen, berdasarkan temuan beberapa survei.

Dia menilai, di luar fakta subtansi soal reshuffle, tak bisa dimungkiri agenda politik yang mengintari peristiwa ini terus bergulir menjelang Pemilu 2024.

Baca juga: Neom Megaproyek Ambisius Arab Saudi, Dirikan Bangunan Terbesar di Dunia

Suka atau tidak secara internal Presiden Jokowi dituntut untuk menjaga stabilitas politik agar program-program pemerintah berlangsung efektif sehingga yang diganti adalah para menteri dari nonparpol.

"Harmoni ini menjadi awalan positif agar saat menyambut momentum 2024, Presiden Jokowi bisa turut berpartisipasi baik di panggung depan maupun belakang," terangnya. 

Apalagi poros koalisi untuk merespons pesta demokrasi serentak ini sudah terbentuk dengan Golkar-PAN-PPP  sebagai anggotanya dalam wadah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).  Banyak pihak menduga, kehadiran koalisi ini adalah buah dari tangan dingin Presiden Jokowi, dimana belum membentuk peluang terbentuknya poros baru. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement