Selasa 14 Jun 2022 18:51 WIB

Ketika Eks Napiter Sebut Negara Main-Main Tangani Khilafatul Muslimin

Penanganan Khilafatul Muslimin dinilai tidak tepat hanya di level kepolisian daerah.

Polisi menurunkan papan bertulis Khilafatul Muslimin dari rumah warga sekaligus kantor cabang kelompok tersebut di Solo, Jawa Tengah, Kamis (9/6/2022). Kegiatan tersebut sebagai upaya menghentikan penyebaran paham kelompok Khilafatul Muslimin yang membahayakan Ideologi Pancasila.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Polisi menurunkan papan bertulis Khilafatul Muslimin dari rumah warga sekaligus kantor cabang kelompok tersebut di Solo, Jawa Tengah, Kamis (9/6/2022). Kegiatan tersebut sebagai upaya menghentikan penyebaran paham kelompok Khilafatul Muslimin yang membahayakan Ideologi Pancasila.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andrian Saputra, Ali Mansur, Bambang Noroyono

Markas kelompok Khilafatul Muslimin di banyak kota di Indonesia terus menjadi sasaran pemeriksaan kepolisian. Para pegiatnya bahkan telah ditetapkan tersangka.

Baca Juga

Mantan narapidana kasus terorisme, Khairul Ghazali, namun menilai penanganan kelompok Khilafatul Muslimin terkesan main-main. Sebab sejauh ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maupun Datasemen Khusus 88 (Densus 88) tidak dilibatkan dalam menangani para anggota Khilafatul Muslimin.

Khairul mengatakan Khilafatul Muslimin adalah gerakan intoleran dan radikal serta memiliki doktrin ideologi untuk menjadikan embrio terorisme di kemudian hari. Terlebih menurutnya banyak pemimpin KM adalah eks narapidana terorisme dan eks kombatan Afghanistan sebagaimana keamiran Khilafatul Muslimin yang berada di Aceh.

Selain itu kata dia visi misi Khilafatul Muslimin adalah khilafah seperti yang diterapkan ISIS di Suriah dan Iraq. Sayangnya menurut Khairul penanganan kelompok Khilafatul Musliminsaat ini hanya ditangani oleh kepolisian setingkat Kepolisian Daerah.

"Di Indonesia sudah ada lembaga negara yang khusus menangani masalah ini yaitu BNPT dan Densus 88 yang dibiayai negara dengan anggaran besar lengkap dengan SDM-nya yang mumpuni dari akademisi, ulama, TNI, Polri dan lainnya, yang menjadi gudang rehabilitasi yang fenomenal yang terbukti berhasil merehab dan menjinakkan tokoh-tokoh teroris papan atas seperti Abu Tholut, Ali Imran, Umar Patek dan lain-lain. Dalam kasus Khilafatul Muslimin, mengapa lembaga-lembaga superbody ini tidak dilibatkan? Padahal masalah Ideologi, doktrin khilafah dan radikalisme tidak bisa ditangani oleh lembaga-lembaga setingkat Dit reskrim di Polda Metro Jaya atau Polda lainnya.  Karena minimnya pengalaman mereka di bidang kontra radikalisme dan ideologi, apalagi mereka kenyangnya dibidang kriminalitas lokal dan konvensional, tidak di bidang ekstra ordinary crime," kata Khairul dalam pesan singkatnya yang diterima Republika pada Selasa (14/6/2022)

Khairul atau dulu dikenal sebagai Abu Yasin mengatakan dalam penanganan kelompok Khilafatul Muslimin, Densus 88 dan BNPT terkesan stagnan dan dimandulkan perannya. Padahal menurutnya kelompok Khilafatul Muslimin adalah kasus besar dan bukan kriminalitas biasa atau karena pelanggaran UU Ormas semata.

"Di sinilah nampak BNPT meminggirkan diri atau ada grand desain untuk meminggirkannya karena takut dengan isu-isu  Islamofobia yang sekarang sedang marak di Tanah Air. Karena jika BNPT dan Densus yang menanganinya akan kelihatan frontal langsung melawan gerakan Islam yang sudah membesar tersebut, dan ini bisa membangkitkan singa-singa dan sel-sel tidur lainnya yang sedang bersiap-siap mencari medan politik yang tepat. Maka turun gununglah polda-polda yang dikiperi oleh Polda Metro Jaya (Mabes Polri) yang tidak sepantasnya untuk turun karena bukan lahan dan bidangnya," kata Khairul.

Menurutnya, penanganan anggota Khilafatul Muslimin hanya sebatas oleh kepolisian merupakan kesalahan. Sebab menurutnya hal ini merupakan masalah ideologi yang sudah semestinya melibatkan BNPT dan Densus 88.

"Negara seperti main-main saja dalam menangani Khilafatul Muslimin. Masak mau menangkap maling besar tapi yang ditugaskan hansip," katanya.

Sementara itu, Polda Metro Jaya belum membeberkan 30 lembaga pendidikan yang diduga terafiliasi dengan Khilafatul Muslimin. Penyidik Polda Metro Jaya sendiri telah menangkap enam tokoh Khilafatul Muslimin, termasuk pemimpinnya bernama Abdul Qadir Hasan Baraja.

Kabid Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan menyebut adanya dugaan 30 sekolah yang terafiliasi dengan Khilafatul Muslim berdasarkan pemeriksaan tersangka AS. Menurutnya ke-30 sekolah tersebut dikomandani oleh AS yang berperan sebagai menteri pendidikan dari ormas tersebut.

Namun hingga saat ini Zulpan masih belum membeberkan identitas 30 sekolah tersebut. Ia berdalih saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap para saksi yang telah ditangkap. Ia berjanji akan membeberkan perihal 30 sekolah itu usai pemeriksaan para tersangka.

"Kita akan jelaskan beberapa hari ke depan akan ada rilis lebuh lanjut terkait pemeriksaan sedang dilakukan enam orang tersangka," ujar Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (14/6).

Zulpan mengeklaim, para tersangka yang telah diciduk dari berbagai daerah itu merupakan orang penting di ormas Khilafatul Muslimin. Selain Abdul Qadir Hasan Baraja dan AS, jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), Polda Metro Jaya juga menangkap anggota Khilafatul Muslimin berinisial AA, IN, F, dan SW diciduk di Lampung, Medan, dan Bekasi.

"Semua orang (ditangkap)adalah merupakan orang peran di Khilafatul Muslimin memiliki tujuan merubah idelogi dari Pancasila menjadi kilafah (yang) bertentangan UUD," tegas Zulpan.

photo
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Hariadi (tengah) didampingi Kapolresta Bandar Lampung Kombes Pol Ino Harianto (ketiga kanan), Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana (ketiga kiri), Dandim Kota Bandar Lampung Kolonel Inf Faisol Izuddin Karimi (kedua kiri) memberikan keterangan terkait penangkapan Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja di Polresta Bandar Lampung, Lampung, Selasa (6/6/2022). Menurut polisi penangkapan Abdul Qadir Baraja karena diduga melakukan penyebaran berita bohong sehingga dapat menimbulkan keonaran dan kegaduhan di tengah masyarakat serta tindak pidana organisasi masyarakat yang bertentangan dengan Pancasila. - (ANTARA/Ardiansyah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement