REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan petinggi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sri Utami, divonis dengan hukuman penjara 4 tahun dalam sidang putusan pada Selasa (14/6). Sri terbukti bersalah dalam kasus pengadaan fiktif pada tahun 2012.
Majelis Hakim menilai, Sri Utami terbukti bersalah melakukan korupsi sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan secara berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif kedua," kata hakim ketua Toni Irfan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Selasa (14/6).
Selain hukuman kurungan badan, Sri Utami diganjar hukuman denda. Bila tak dibayar, Sri Utami wajib menebusnya dengan tambahan hukuman penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sri Utami oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 250 juta, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti hukuman kurungan selama 3 bulan," ujar Toni.
Sri Utami terbukti bersalah melanggar Pasal 3 UU jo Pasal 18 Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Mewajibkan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,398 miliar kepada negara dengan ketentuan apabila dalam satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar maka hartanya akan disita oleh jaksa dan dalam hal terdakwa tidak punya harta yang mencukupi diganti pidana selama 10 bulan," ucap Toni.
Diketahui, vonis itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yaitu 4 tahun 3 bulan. JPU KPK meyakini Sri bersalah atas beberapa pengadaan fiktif pada 2012 bersama eks Sekjen Kementerian ESDM, Waryono Karyo.
Ketika melakukan kejahatannya, Sri menjabat Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (P3BMN) pada Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara pada Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM.