REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya akan melakukan pemantauan ke setiap lapak penjualan hewan qurban. Pemantauan itu dilakukan untuk memastikan kondisi hewan ternak yang dijual di lapak-lapak bebas penyakit mulut dan kuku (PKM).
Subkoordinator Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Tasikmalaya, Siti Maemunah, mengatakan, saat ini sudah terdapat sejumlah lapak penjuakan hewan ternak di Kota Tasikmalaya. Lapak-lapak itu berdiri atas izin dari pemerintah setempat, dalam hal ini kelurahan.
"Bukan kami yang mengeluarkan izin lapak, kami nanti hanya melakukan pemantauan. Karena kalau kami izinkan, belum tentu nanti masyarakat setempat bersedia," kata dia kepada Republika, Senin (13/6/2022).
Kendati demikian, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Tasikmalaya masih belum melakukan pemantauan ke lapangan. Pemantauan ke lapak-lapak penjualan hewan qurban baru akan dilakukan pada tiga atau dua pekan menjelang Idul Adha. Dalam pemantauan itu, setiap hewan ternak yang dijual akan diperiksa untuk memastikan kondisi kesehatannya. "Nanti, petugas akan turun memberikan tanda sehat kepada sapi yang sehat. Biasanya akan ada seperti gantungan tanda sapi sehat," kata dia.
Apabila terdapat hewan ternak yang sakit, petugas akan meminta pedagang untuk mengisolasi hewan tersebut. Sebab, PMK merupakan virus yang cepat menyebar antarhewan. "Petugas juga akan memberikan obat secara suportif sesuai dengan gejalanya," kata Aceu, sapaan akrab Siti Maemunah.
Berdasarkan data terakhir, terdapat 136 ekor hewan ternak di Kota Tasikmalaya yang dalam kondisi sakit mengarah terinfeksi PMK. Sebanyak tujuh ekor dinyatakan positif PMK dan sisanya berstatus suspek.
Dari total hewan ternak itu, sebanyak 119 ekor telah dinyatakan sembuh. Sementara itu, satu ekor ternak dilaporkan mati, empat ekor dipotong paksa, dan 12 ekor masih dalam pengobatan.
Aceu mengatakan, hewan ternak yang telah sembuh dari PMK tetap boleh digunakan untuk qurban. Sebab, syarat hewan qurban adalah sehat dan umurnya mencukupi."Jadi kalau sudah sembuh, ya boleh dipakai kurban," kata dia.
Ihwal aturan lalu lintas hewan ternak, Aceu mengatakan, saat ini sudah tak seketat pada masa awal wabah PMK merebak. Sebab, lalu lintas ternak tak bisa secara penuh dihentikan, mengingat saat ini mulai memasuki masa menjelang Idul adha. Sementara stok hewan ternak yang ada di dalam kota tak mungkin dapat memenuhi kebutuhan untuk qurban.
Ia mengatakan, hewan ternak dari luar daerah tetap dapat masuk ke Kota Tasikmalaya. Syaratnya, pengusaha yang hendak mengirimkan hewan ternak dari luar daerah harus mengajukan surat permohonan ke Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Tasikmalaya.
"Nanti kami akan memberikan jawaban dengan persyaratan SKKH yang terigister dan lainnya. Setelah itu, baru dinas terkait dari daerah asal menerbitkan SKKH," kata dia.
Ia menyebutkan, aturan serupa juga berlaku apabila pengusaha ingin mengirim hewan ternak ke luar Kota Tasikmalaya. Prosedur itu harus ditempuh agar ketika muncul kasus PMK, dinas terkait dapat melakukan penelusuran.
Salah seorang pedagang sapi di Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Ade Memet (60 tahun), mengatakan, adanya wabah PMK membuat penjualan sapinya mengalami penurunan. Saat ini, dari sekitar 35 ekor sapi yang dibawanya ke lapak, baru sekitar setengahnya yang dipesan untuk kebutuhan urban. "Kalau tahun lalu mah bisa sampai 120 ekor," kata lelaki yang telah berjualan setiap menjelang Idul adha di Kecamatan Kawalu selama 26 tahun terakhir itu, Ahad (12/6/2022).
Ade mengatakan, salah satu sebab penurunan penjualan sapinya adalah kerena seluruh hewan qurban yang dijual di lapaknya saat ini merupakan sapi lokal. Sapi-sapi itu adalah ternak yang diurusnya sendiri di kampungnya, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya.
Harga sapi lokal yang lebih mahal dibandingkan sapi kiriman dari wilayah Jawa membuat minat pembeli berkurang. Selain itu, menurut dia, pembeli juga masih banyak yang ragu untuk membeli hewan qurban karena adanya wabah PMK.
Kendati demikian, Ade berani memastikan hewan ternak yang dijualnya dalam kondisi bebas PMK. "Saya yakin semua sehat, karena semua saya yang rawat dari kecil. Saya tidak pernah kasih makan dari kimia ke sapi. Jadi mudah-mudahan aman," kata dia.
Ia juga masih tak berani mengambil sapi dari Jawa Timur maupun Jawa Tengah sebagai tambahan karena adanya wabah PMK. Meski harga sapi dari wilayah Jawa lebih murah, tapi tak mau ambil risiko untuk kali ini.
"Saya juga sebenarnya enakan ambil dari Jawa untuk tambahan, karena lebih murah. Tapi tahun ini tidak dulu. Mending jual sapi yang saya urus sendiri saja di kampung daripada ambil risiko," ujar dia.
Ade berharap, pemerintah dapat melakukan langkah cepat untuk mengatasi wabah PMK. Dengan begitu, para peternak sapi dapat kembali berjualan dengan normal. Apalagi, saat ini masa panen peternak.