Sabtu 11 Jun 2022 00:08 WIB

BPOM Ungkap Dua Pabrik Tahu Berformalin di Parung Bogor

Kepolisian menyuta sekitar 1.500 tahu yang siap didistribusikan ke tiga pasar

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Gita Amanda
Tahu berformalin, (ilustrasi).  Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap dua pabrik tahu yang menggunakan bahan formalin di Bogor.
Tahu berformalin, (ilustrasi). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap dua pabrik tahu yang menggunakan bahan formalin di Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap dua pabrik tahu yang menggunakan bahan formalin. Dua pabrik tersebut berada di Desa Waru dan Desa Waru Kaum, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

Kepala BPOM RI, Penny K Lukito, saat konferensi pers di pabrik tahu yang berlokasi di Desa Waru Kaum, mengatakan penemuan penggunaan formalin di jalur pangan merupakan temuan yang cukup besar.

Baca Juga

“Pertama adalah formalin ada berupa serbuk ditempat ini sebanyak 8 kilogram, kemudian (formalin) yang cair 30 kilogram. Sedangkan di lokasi satunya adapun serbuk 60 kilogram formalin,” kata Penny ketika ditemui Republika di Desa Waru, Jumat (10/6/2022).

Selain itu, ia menyebutkan, dari kedua pabrik tahu dengan kapasitas produksi 120 juta tahu per bulan itu, bersama Kepolisian juga menyita sekitar 1.500 tahu yang siap didistribusikan ke tiga pasar di berbagai daerah, yakni Pasar Ciputat, Pasar Parung, dan Pasar Jembatan Dua Jakarta.

Penny mengatakan, sebagai sanksi awal, kedua pabrik tersebut ditutup sehingga tidak ada aktivitas produksi tahu. Kemudian, kedua pemiliknya yang berinisial S (35 tahun) dan N (45) segera ditetapkan sebagai tersangka.

“Berdasarkan Undang-undang pangan, sanksinya lima tahun penjara atau denda Rp 10 miliar, karena ini menggunakan bahan berhaya untuk pangan,” kata Penny.

Ia mengaku kecewa masih menemukan sejumlah pabrik tahu yang menggunakan formalin. Pasalnya, sejak 2016, pemerintah melarang formalin untuk masuk ke jalur pengolahan pangan. Sehingga, pemanfaatannya hanya untuk non-pangan seperti produksi kayu dan pengawetan jenazah.

Menurut Penny, sejak pelarwnban penggunaan formalin untuk bahan pangan dikeluarkan, pemerintah memberikan pemahit untuk setiap bahan formalin berbentuk cair. Sehingga jika digunakan untuk bahan pangan, akan terasa pahit dan memberikan kesan sebagai makanan tidak layak konsumsi.

Namun, dua pabrik tersebut menggunakan bahan formalin berbentuk serbuk yang belum dicampur dengan pemahit. “Tapi ternyata sekarang mereka yang kejahatan pangan itu menggunakan bentuk lain. Yaitu dalam bentuk partikel padat. Jadi ternyata mereka menggunakan formalin yang padat dan mereka ada prosesnya menjadikan cair. Saya kira ini sangat menyedihkan karena tahu ini kan makanan sehari-hari,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement