Kamis 09 Jun 2022 19:35 WIB

Testing-Kepatuhan Terhadap Prokes Pengaruhi Laju Kasus Covid-19 Tiga Pekan Terakhir

Tren kasus mingguan Indonesia kembali naik.

Tanda tabung sample lendir tes usap PCR Covid-19. Indonesia melakukan testing terhadap sekitar 20 ribuan orang per hari.
Foto: Prayogi/Republika.
Tanda tabung sample lendir tes usap PCR Covid-19. Indonesia melakukan testing terhadap sekitar 20 ribuan orang per hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohamad Syahril mengatakan peningkatan angka kasus Covid-19 dalam tiga pekan terakhir turut dipengaruhi oleh laju testing. Standar testing Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) adalah satu per 1.000 penduduk yang kontak erat dengan pasien.

"Jadi, tidak semua penduduk di-testing. Posisi Indonesia sekitar 20 ribuan yang harus kita lakukan testing," kata Syahril yang dikonfirmasi melalui telepon di Jakarta, Kamis (9/6/2022).

Baca Juga

Di samping laju pengujian, menurut Syahril, faktor lain yang turut berpengaruh adalah perilaku masyarakat yang kurang disiplin terhadap protokol kesehatan yang disarankan para pakar. Data yang dilansir dari Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan tren kasus mingguan di Indonesia kembali naik, yakni sebesar 31 persen.

Data pada 22 Mei 2022, kasus positif berjumlah 1.814 kasus, namun kini naik menjadi 2.385 kasus. Kasus aktif harian juga ikut mengalami peningkatan sebesar 328 kasus atau 10 persen.

Dari kasus aktif harian yang terlaporkan pada 2 Juni 2022, yakni 3.105 kasus, sekarang bertambah menjadi 3.433 kasus. Terdapat lima provinsi yang menjadi penyumbang kenaikan kasus Covid-19 tertinggi, dalam sepekan terakhir, yakni DKI Jakarta (30 persen), Banten (38 persen), Jawa Barat (18 persen), DI Yogyakarta (45 persen), dan Jawa Timur (37 persen).

Syahril yang juga menjabat sebagai Dirut RSPI Sulianti Saroso itu mengatakan kegiatan survailens berupa testing maupun pelacakan kasus kontak pada saat ini tidak semasif yang dilakukan pada situasi pandemi sebelumnya. Survailens saat ini tidak masif, tapi tetap dilakukan, terutama pada pasien kontak.

"Tidak masif karena angka indikatornya rendah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement