Selasa 07 Jun 2022 15:11 WIB

Kesepakatan Terkait Kampanye 75 Hari Dinilai Sarat Kepentingan Elite

KPU dan Presiden sebelumnya sepakat kampanye selama 90 hari.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua KPU Hasyim Asy
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua KPU Hasyim Asy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, menilai, kesepakatan DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait durasi kampanye Pemilu 2024 selama 75 hari sarat kepentingan elite. Sebab, sepekan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama KPU telah menyepakati masa kampanye 90 hari.

"Tarik ulur pembahasan kampanye seolah atau terkesan mencerminkan suasana yang sarat kepentingan elite dalam berkompetisi. Semula 90 hari saat bertemu presiden, kini 75 hari saat bertemu dengan DPR. Kepentingan itu terkesan justru muncul dari pemerintah dan DPR bukan dari penyelenggara," ujar Paramita kepada Republika.co.id, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga

Dia menjelaskan, alasan memangkas durasi kampanye untuk mencegah polarisasi bukan solusi bijak. Menurut dia, ruang yang paling membentuk polarisasi dalam pemilu ialah penerapan ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang memungkinkan hanya terdapat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Pemilu 2014 dan 2019 telah menjadi bukti calon presiden hanya ada dua pasangan calon. Sehingga tidak ada calon alternatif yang mampu meredam atau mencairkan kondisi di antara dua pasangan calon yang berkonfrontasi. "Upaya ini harusnya diantisipasi secara menyeluruh bukan hanya mengorbankan durasi kampanye yang juga mengurangi hak pemilih untuk menilai visi misi yang dibangun secara objektif dengan melakukan proses pendalaman yang panjang dan tidak terburu-buru," kata dia.

Dia melanjutkan, apabila mencegah polarisasi dijadikan alasan mempersingkat durasi kampanye, maka pemangku kebijakan harus membuktikan secara relevan melalui riset dan kajian secara objektif. Paramita memandang proses penetapan masa kampanye menjadi aneh, mengingat kampanye adalah ruang di mana calon kandidat atau politisi berupaya mengambil hati masyarakat untuk dipilih.

"Ini menunjukan suatu pertanyaan mendasar. Apakah pemilu sudah selesai di tataran elite? Sehingga mengorbankan rakyat untuk menikmati masa kampanye dengan arif dan bijaksana melalui pendalaman visi dan misi serta dialog yang interaktir antara pemilih dan calon kandidat yang ruangnya hanya dimungkinkan tersedia dalam tahapan kampanye," tutur dia.

Paramita mengatakan, seharusnya durasi kampanye diberikan porsi waktu yang banyak dalam pelaksanaan pemilu. Dalam perspektif pemilih setidaknya masa kampanye adalah masa yang paling membuka ruang bagi pemilih untuk mengenal, mencerna, serta mengkritisi gagasan para kandidat melalui visi dan misi yang dibangun, sebelum kemudian menetapkan pilihannya.

"Menjadi hal yang aneh jika ruang tersebut di persempit dari pemilu sebelumnya. Apalagi jika peserta pemilu tidak ada yang komplain ketika ruangnya untuk mengambil hati rakyat dipersempit durasinya," ujar dia.

Menurut Paramita, proses mengenal dan mempelajari visi-misi para calon kandidat tidak cukup jika hanya dilaksanakan selama 2,5 bulan. Butuh durasi yang panjang, mengingat pelaksanaan Pemilu 2024 dilaksanakan serentak antara pemilihan presiden dan calon anggota legislatif, baik DPR, DPD, ditambah DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Dia mengatakan, durasi yang sempit akan menutup ruang dialog bagi para kandidat dan pemilih. Dia pesimistis waktu 75 hari itu memungkinkan calon presiden dan wakil presiden mendialogkan gagasannya dari Sabang sampai Merauke.

Selain itu, dibutuhkan rasionalisasi yang ideal dalam memperpendek ruang kampanye dalam tahapan Pemilu 2024. Setidaknya, kata dia, KPU dan pemangku kepentingan harus memastikan evaluasi pelaksanaan pemilu sebelumnya dapat diatasi dengan skema waktu yang singkat tersebut dan kemudian dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pihaknya bersama Komisi II dan KPU telah menjalin kesepahaman terkait masa kampanye untuk Pemilu 2024 selama 75 hari. Harapannya dengan waktu selama itu, KPU dapat memaksimalkan proses pendistribusian logistik Pemilu 2024 yang berkenaan langsung dengan masa kampanye tersebut.

"Akhirnya ditetapkan biaya tahapan sampai pelaksanaan pemilu, yaitu Rp 76,6 triliun dan durasi masa kampanye ditetapkan disepakati akan dilaksanakan 75 hari. Sehingga diharapkan pendistribusian logistik dan pembuatan logistik bisa dilaksanakan KPU, sehngga sesuai tahapan dan jadwal yang telah disepakati," ujar Puan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/6/2022).

Ketua KPU Hasyim mengatakan, pihaknya telah membuat sejumlah perhitungan terkait lamanya masa kampenye dengan pendistribusian logistik Pemilu 2024. Beberapa antaranya jika masa kampanye selama 75 hari, 90 hari, atau 120 hari.

"Penghitungan tentang metode yang akan digunakan, strategi yang akan digunakan, dan durasi waktu yang diperlukan untuk proses pencetakan sampai distribusi di TPS, ini yang kita matangkan ketika nanti sudah ada kesepakatan dan titik temu durasi masa kampanye pada kisaran 75 hari," ujar Hasyim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement