REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perkembangan teknologi dan volume besar informasi yang membanjiri setiap sendi kehidupan telah banyak membantu dan memberi kemudahan, tetapi sekaligus mendatangkan ancaman.
“Satu hal yang perlu kita pahami terkait karakteristik ruang digital yang cukup luas adalah borderless yaitu bersifat global dan tidak terbatas. Perhatian terhadap perlindungan data pribadi yang telah dikumpulkan atau disimpan adalah sebuah hal yang sifatnya urgensi,” kata anggota Komisi I DPR RI dari FPKB, Taufiq R Abdullah, dalam keterangannya, Senin (6/6/2022).
Taufiq menilai pertumbuhan digital dan internet saat ini belum dibarengi dengan tumbuhnya kesadaran publik dalam melindungi data pribadi mereka.
“Kebanyakan masyarakat belum sepenuhnya sadar bahwa data pribadi merupakan privasi yang harus dilindungi. Misalnya saja, di antara kita semua jarang sekali membaca ‘term of condition’ dalam memberikan persetujuan tentang data apa saja yang diijinkan untuk dapat diakses saat kita mendownload aplikasi layanan digital,” ujar dia yang berbicar dalam Webinar Aptika .
Taufiq juga menyampaikan tentang potensi kriminalitas dari bocornya data pribadi. Potensi kriminalitas dari penyalahgunaan data pribadi sangat banyak sekali seperti penipuan, pemerasan, phising-scamming, dan lain-lain.
Dia menyarankan, untuk menghindari hal tersebut diperlukan payung hukum yang lebih komprehensif diatur pemerintah. Oleh karenanya, Komisi I DPR RI bersama pemerintah saat ini terus membahas agar Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi segera dapat disahkan menjadi Undang-Undang.
Menurut dia, Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi di era digital ini sangat penting agar data pribadi setiap individu tidak disalahgunakan sehingga merugikan pemilik data.
Selain itu pemerintah juga memiliki kepentingan agar kepentingan pelayanan publik dapat berjalan dengan baik dan potensi ekonomi digital dapat tumbuh dengan pesat.
Beberapa materi yang akan diatur dalam RUU Perlindungan Data Pribadi antara lain adalah jenis data pribadi, hak pemilik data pribadi, pemrosesan data pribadi dan larangan serta sanksi apabila terjadi pelanggaran hukum.
UU tersebut juga nantinya, kata Taufiq, bertujuan untuk memberikan kendali individu atas data, mengetahui bagaimana data mereka digunakan, oleh siapa dan mengapa, memberi mereka kendali atas bagaimana data pribadi mereka diproses dan digunakan.
“Dalam lingkup di luar individu, misalnya sebuah lembaga atau perusahaan dapat menyimpan data dan menjaga kepercayaan, mereka harus menunjukkan transparansi dengan mengomunikasikan secara terbuka data apa yang mereka kumpulkan, untuk tujuan apa, siapa pengolah data, dan sebagainya,” kata dia.