Senin 30 May 2022 14:21 WIB

Haedar Nashir Dukung Program Internasionalisasi Muhammadiyah

Muhammadiyah menekankan pentingnya wasathiyah Islam berkemajuan di tingkat global.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir.
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menekankan pentingnya dan relevansi wasathiyah Islam berkemajuan di tingkat global. Hal itu sesuai dengan amanat muktamar ke-44 yang diperkuat pada muktamar ke-47 di Makassar.

"Apa yang diperlukan saat ini adalah pengembangan lebih jauh dalam revitalisasi dan transformasi internasionalisasi gerakan Muhammadiyah," ujar Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam seminar pramuktamar yang dihadiri eks ketum PP Muhammadiyah Prof Amien Rais dan Prof Din Syamsuddin diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (30/5/2022).

Haedar mengatakan, program internasionalisasi Muhammadiyah merupakan langkah persyarikatan sejak awal berdiri. Ide internasionalisasi paham Islam berkemajuan terus berjalan hingga saat ini. Tujuannya, kata dia, sebagai bentuk ikhtiar dan syiar dakwah Islam berkemajuan kepada masyarakat dunia.

"Fase berikutnya untuk memberi dampak dan kehadiran Muhammadiyah di dunia internasional secara lebih masif dan sistematik," kata guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut.

Haedar menjelaskan, Muhammadiyah hadir untuk melakukan transformasi gerakan pencerahan dalam dunia kemanusiaan. Artinya, sambung dia, warga Muhammadiyah mesti memiliki kesadaran sebagai bagian dari warga dunia yang menjunjung solidaritas dan tanggung jawab universal. "Tanpa memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat primordial dan konvensional," katanya.

Haedar juga mendorong agar Muhammadiyah melahirkan pemikiran alternatif. Paham wasathiyah Islam berkemajuan sangat relevan dalam konteks yang disebut Haedar sebagai paradoks kemajuan. Maksudnya, dunia memberi ruang seluas-luasnya pada demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, dan multikulturalisme.

Tetapi, terkadang paham tersebut mereduksi kunci dari agama dan budaya bangsa. Paradoks kemajuan, kata Haedar, juga turut bertanggung jawab atas terjadinya perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Kondisi alam yang rusak akan berdampak pada ekonomi, politik, budaya, dan agama.

Haedar meyakini dari semua masalah global tersebut, paham wasathiyah Islam dapat menjadi penawar dan alternatif baru. "Muhammadiyah dengan Islam berkemajuan perlu hadir kembali untuk memperkuat peran revitalisasi dan transformasi di tingkat global," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement