Ahad 29 May 2022 17:35 WIB

Jabar Usulkan Pembatasan Distribusi Ternak Antar Provinsi Cegah PMK

Pemprov Jawa Barat mengusulkan pembatasan distribusi ternak antar provinsi cegah PMK.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Dokter Hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Indramayu memeriksa sapi yang baru tiba di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Indramayu, Jawa Barat. Pemprov Jawa Barat mengusulkan pembatasan distribusi ternak antar provinsi cegah PMK.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Dokter Hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Indramayu memeriksa sapi yang baru tiba di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Indramayu, Jawa Barat. Pemprov Jawa Barat mengusulkan pembatasan distribusi ternak antar provinsi cegah PMK.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat mengusulkan pembatasan distribusi hewan ternak antar provinsi. Usulan tersebut sebagai upaya menyikapi penularan penyakit mulut dan kuku (PMK).

Di Provinsi Jabar sendiri terdapat 2.816 hewan ternak berkuku belah (sapi potong, sapi perah, domba dan kambing) yang tertular virus penyebab PMK.

Baca Juga

"Kita mintakan tetap ke Kementerian Pertanian antar provinsi ini bisa dibatasi. Jadi minimal kalau dari merekanya (provinsi penghasil hewan ternak) sudah clearance sehat kita akan terima," ujar Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana, akhir pekan ini.

Menurut Arifin, Jawa Barat adalah provinsi konsumen untuk sapi potong. Di mana sebanyak 80 persen kebutuhan sapi potong berasal dari luar provinsi seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTT) dan Bali.

Hal itu, kata dia, berbeda dengan domba potong di mana Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil. Adapun beberapa daerah penghasil domba di Jabar, yaitu Garut, Purwakarta dan Tasikmalaya. Sedangkan kambing perah, di Banjar.

"Kalau domba kan kita gudangnya, jangan sampai si domba domba ini terpapar," katanya.

Terkait domba, Arifin mengaku terdapat 78 ekor yang telah terpapar PMK dan mayoritas di Garut. Karena itu, pihaknya pun langsung melakukan tindakan dengan segera berkoodinasi bersama Bupati Garut.

"Saya meminta pak bupati untuk mengoptimalkan satgas di kabupaten kotanya termasuk satgas di kecamatan," katanya.

Sebagai upaya menyikapi PMK ini, kata dia, pihaknya menurunkan dokter hewan yang ada di provinsi dan bekerja sama dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia dari 8 chapter komisariat di Jawa barat. Mereka akan diperbantukan untuk di kabupaten kota.

"Karena di kabupaten kota kan dokter hewannya sedikit. Jadi kita perbantukan turun ke lapangan, mengedukasi untuk melihat hewan seperti apa, karena gejala klinisnya sangat gampang untuk dilihat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement