Kamis 26 May 2022 05:26 WIB

Nasionalisme Lembaga Negara yang Doyan Impor Dipertanyakan

Salah satu bentuk nasionalisme adalah dengan membeli produk dalam negeri.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Indira Rezkisari
Ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas mempertanyakan nasionalisme lembaga negara yang kerap melakukan impor.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas mempertanyakan nasionalisme lembaga negara yang kerap melakukan impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas mempertanyakan nasionalisme lembaga negara yang kerap melakukan impor yang mana anggarannya berasal dari APBD dan APBN. Pernyataannya tersebut menyusul sentilan keras Presiden Jokowi terhadap pejabat daerah dan pusat pada evaluasi aksi afirmasi Bangga Buatan Idonesia, beberapa waktu lalu.

"Kita sangat prihatin dengan sikap dan perilaku dari para pemimpin  dan pejabat di negeri ini yang sering  bicara tentang nasionalisme dan cinta tanah air, tapi dalam kenyataannya sikap dan perilaku mereka tidak mencerminkan hal demikian," kata Buya Anwar dalam rilis yang diterima Republika, Rabu (25/5/2022).

Baca Juga

Dia menilai jika para pejabat negara memang memiliki nasionalisme dan rasa cinta terhadap negerinya  maka sudah seharusnya sikap mereka pun akan mengedepankan kepentingan bangsa dan mendukung usaha rakyat. Salah satu caranya adalah dengan membeli barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri.

Untuk itu dia menilai, keprihatinan presiden tentu harus menjadi perhatian bersama karena sikap dan tindakan para pejabat jelas-jelas mencerminkan bagaimana lemahnya rasa nasionalisme dan komitmen  yang mereka miliki bagi memajukan usaha dalam negeri. Padahal, lanjut Buya, dana yang mereka pergunakan untuk membeli barang-barang impor  tersebut adalah berasal dari rakyat.

"Oleh karena itu jika hal seperti ini terus dibiarkan berlanjut maka tidak mustahil usaha dalam negeri akan lumpuh dan ambruk  sehingga angka PHK dan pengangguran serta kemiskinan tentu akan meningkat. Dan hal tersebut tentu jelas tidak kita inginkan karena akan sangat berbahaya bagi masa depan bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini," ujar Buya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement