Selasa 24 May 2022 08:04 WIB

Kemendagri Ungkap Contoh Nama Aneh yang Dihindari di KTP-El

Nama dalam pencatatan KTP-el minimal dua kata dan maksimal 60 karakter.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ilham Tirta
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pedoman Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan. Aturan ini disebut untuk menghindari nama-nama aneh pada dokumen kependudukan seperti kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).

Berdasarkan basis data kependudukan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), terdapat nama-nama yang jumlah hurufnya terlalu banyak dan panjang, sehingga melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen. Ada pula nama yang terdiri dari satu huruf saja atau bermakna negatif.

Baca Juga

"Contoh Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi, Emeralda Insani Nuansa Singgasana Pelangi Jelita Dialiran Sungai Pasadena. Terdapat pula nama yang terdiri dari 1 huruf dan nama yang disingkat sehingga dapat diartikan berbagai macam, contoh A,  M Panji, A Hakam AS Arany, K D Katherina Hasan. Juga ada nama yang mempunyai makna negatif, contoh Jelek, Orang Gila, H Iblis, Aji Setan, Neraka IU," ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh dalam siaran tertulisnya, Senin (23/5/2022).

Selain itu, ada juga yang menamakan anak menggunakan nama lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, dan penghargaan, seperti Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Polisi, Bupati, Walikota. Banyak pula nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan.

"Contoh Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe. Ada juga nama yang merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan, contoh Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama. Selain itu ada nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak, contoh Tikus, Bodoh, Orang Gila," kata Zudan.

Menurut Zudan, memperhatikan contoh nama seperti di atas dapat mengakibatkan nama yang terlalu panjang. Hal ini menyebabkan sulitnya penulisan nama lengkap pada basis data maupun dokumen fisik, seperti KTA lahir, KTP-el, Kartu Identitas Anak, Surat Izin Mengemudi, paspor, STNK, ijazah, dan ATM Bank.

Kemudian, nama seperti itu dapat menyebabkan perbedaan penulisan nama seseorang pada dokumen yang dimiliki oleh satu orang yang sama. Hal ini karena keterbatasan jumlah karakter pada masing-masing dokumen.

Zudan mencontohkan, panjang nama di KTP-el akan jatuh ke baris kedua dan terpotong jika lebih dari 30 karakter. Di samping itu, nama-nama yang bermakna negatif, bertentangan dengan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan akan menjadi beban pikiran terhadap perkembangan anak sampai dewasa, seumur hidup, bahkan berketurunan, karena nama diberikan hanya sekali dalam seumur hidup.

Zudan menjelaskan, setiap penduduk memiliki identitas diri dan negara harus memberikan perlindungan dalam pemenuhan hak konstitusional dan tertib administrasi kependudukan. Selain itu, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.

"Tujuan aturan ini dibuat untuk sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan, meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan, memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional, dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan," kata Zudan.

Selain itu, melalui Permendagri 73/2022, Kemendagri mengatur pedoman pencatatan nama minimal dua kata dan maksimal 60 karakter, termasuk spasi. Namun, kata Zudan, pedoman ini hanya bersifat imbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan.

"Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, diimbau untuk minimal dua kata, namun jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh," tutur Zudan.

Dia menegaskan, alasan pedoman nama minimal dua kata ialah memikirkan masa depan anak. "Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata, nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya," tutur dia.

Dikutip dari salinan Permendagri Nomor 73, aturan di atas tercantum pada Pasal 4 ayat (2) poin c yang berbunyi, "Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan dengan memenuhi persyaratan jumlah kata paling sedikit dua kata.

Adapun yang dimaksud dokumen kependudukan ini yaitu dokumen resmi yang diterbitkan oleh Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Jenis dokumen kependudukan meliputi biodata penduduk, kartu keluarga, kartu identitas anak, kartu tanda penduduk elektronik, surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement